Selasa, 14 Juni 2011

Pemeriksaan Fisik Jantung

2.1. Pengertian Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.

2.2. Nadi
Denyut jantung ( Nadi ) adalah suara yang dihasilkan dari denyutan jantung dan aliran darah yang melewatinya. Untuk memeriksanya digunakan stetoskop. Bunyi jantung dibagi menjadi bunyi jantung normal dan patologis yang mengindikasikan suatu penyakit. Bunyi jantung dikenali sebagai lub dan dub secara bergantian. Bunyi murmur dihasilkan oleh turbulensi aliran darah di jantung. Stenosis merupakan penyebab dari turbulensi tersebut. Insufisiensi katup menyebabkan aliran darah berbalik dan bertabrakan dengan aliran yang berlawanan arah. Pada keadaan ini, murmur akan terdengar menjadi bagian dari tiap siklus jantung.
Denyut nadi adalah frekuensi irama denyut/detak jantung yang dapat dipalpasi (diraba) dipermukaan kulit pada tempat-tempat tertentu.
Siklus jantung terdiri dari periode relaksasi yang dinamakan diastole dan diikuti oleh periode kontraksi yang dinamakan systole. Kekuatan darah masuk ke dalam aorta selama sistolik tidak hanya menggerakkan darah dalam pembuluh ke depan tetapi juga menyusun suatu gelombang tekanan sepanjang arteri. Gelombang tekanan mendorong dinding arteri seperti berjalan dan pendorongnya teraba sebagai nadi.
Urutan normal bagian-bagian jantung yang berdenyut yaitu kontraksi atrium (sistolik atrium) diikuti oleh kontraksi vertikel (sistolik vertikel) dan selama diastolik keempat ruangan relaksasi. Nadi berasal dari sistem konduksi adalah nodus siontriate (nodus SA), lintasan internojal atrium, nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas HIS, cabang-cabangnya dan sistem purkinye, ke otot ventrikel.
Denyut nadi seseorang akan terus meningkat bila suhu tubuh meningkat kecuali bila pekerja yang bersangkutan telah beraklimatisasi terhadap suhu udara yang tinggi. Denyut nadi maksimum untuk orang dewasa adalah 180-200 denyut per menit dan keadaan ini biasanya hanya dapat berlangsung dalam waktu beberapa menit saja.
Meningkatnya denyut nadi dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti :
1. Temperatur atau suhu sekeliling yang tinggi
2. Tingginya pembebanan otot statis
3. Semakin sedikitnya otot yang terlibat dalam suatu kondisi kerja.
Jenis nadi dbedakan menjadi 4, yaitu :
1. Nadi istirahat, rata-rata denyut nadi sebelum bekerja
2. Nadi sedang kerja, rata-rata denyut nadi selama kerja
3. Nadi kerja, selisih antara nadi selama kerja dengan denyut nadi sebelum kerja
4. Nadi pemulihan, total angka denyutan dari akhir kerja sampai masa pulih tercapai.
Faktor-faktor yang mempengaruhi denyut nadi adalah :
1. Usia
Pada masa remaja, denyut jantung menetap dan iramanya teratur. Pada orang dewasa efek fisiologi usia dapat berpengaruh pada sistem kardiovaskuler.
Pada usia yang lebih tua lagi dari usia dewasa penentuan nadi kurang dapat dipercaya
2. Jenis kelamin
Denyut nadi yang tepat dicapai pada kerja maksimum sub maksimum pada wanita lebih tinggi dari pada pria. Pada laki-laki muda dengan kerja 50% maksimal rata-rata nadi kerja mencapai 128 denyut per menit, pada wanita 138 denyut per menit. Pada kerja maksimal pria rata-rata nadi kerja mencapai 154 denyut per menit dan pada wanita 164 denyut per menit.
3. Ukuran tubuh
Ukuran tubuh yang penting adalah berat badan untuk ukuran tubuh seseorang yaitu dengan menghitung IMT (Indeks Masa Tubuh) dengan Rumus :
BB(Kg)
IMT =
TB(m) X TB(m)
Keterangan :
• IMT = Indek Masa Tubuh
• BB = Berat Badan
• TB = Tinggi Badan.
4. Kehamilan
Frekuensi jantung meningkat secara progresif selama masa kehamilan dan mencapai maksimal sampai masa aterm yang frekuensinya berkisar 20% diatas keadaan sebesar hamil.
5. Keadaan kesehatan
Pada orang yang tidak sehat dapat terjadi perubahan irama atau frekuensi jantung secara tidak teratur. Kondisi seseorang yang baru sembuh dari sakit maka frekuensi jantungnya cenderung meningkat.
6. Riwayat kesehatan
Riwayat seseorang berpenyakit jantung, hipertensi, atau hipotensi akan mempengaruhi kerja jantung. Demikian juga pada penderita anemia (kurang darah) akan mengalami peningkatan kebutuhan oksigen sehingga Cardiac output meningkat yang mengakibatkan peningkatan denyut nadi.
7. Rokok dan kafein
Rokok dan kafein juga dapat meningkatkan denyut nadi. Pada suatu studi yang merokok sebelum bekerja denyut nadinya meningkat 10 sampai 20 denyut per menit dibanding dengan arang yang dalam bekerja tidak didahului merokok. Pada kafein secara statistik tidak ada perubahan yang signifikan pada variable metabolic kardiovaskuler kerja maksimal dan sub maksimal.
8. Intensitas dan lama kerja
Rokok dan kafein juga dapat meningkatkan denyut nadi. Pada suatu studi yang merokok sebelum bekerja denyut nadinya meningkat 10 sampai 20 denyut per menit dibanding dengan arang yang dalam bekerja tidak didahului merokok. Pada kafein secara statistik tidak ada perubahan yang signifikan pada variable metabolic kardiovaskuler kerja maksimal dan sub maksimal.
9. Sikap kerja
Posisi atau sikap kerja juga mempengaruhi tekanan darah. Posisi berdiri mengakibatkan ketegangan sirkulasi lebih besar dibandingkan dengan posisi kerja duduk.
10. Faktor fisik dan kondisi psikis.
Kebisingan merupakan suatu tekanan yang merusak pendengaran. Selama itu dapat meningkatkan denyut nadi, dan mempengaruhi parameter fisiologis yang lain yang dapat menurunkan kemampuan dalam kerja fisik.

2.3. Irama Dan Frekuensi Nadi
Irama dan frekuensi bunyi jantung (nadi) harus dibandingkan dengan frekuensi nadi. Normal irama jantung adalah teratur dan bila tidak teratur disebut arrhytmia cordis.
Frekuensi bunyi jantung harus ditentukan dalam semenit, kemudian dibandingkan dengan frekuensi nadi. Bila frekuensi nadi dan bunyi jantung masing-masing lebih dari 100 kali per menit disebut tachycardi dan bila frekuensi kurang dari 60 kali per menit disebut bradycardia.
Kadang-kadang irama jantung berubah menurut respirasi. Pada waktu ekspirasi lebih lambat, keadaan ini disebut sinus arrhytmia. Hal ini disebabkan perubahan rangsang susunan saraf otonom pada S – A node sebagai pacu jantung. Jika irama jantung sama sekali tidak teratur disebut fibrilasi. Adakalanya irama jantung normal sekali-kali diselingi oleh suatu denyut jantung yang timbul lebih cepat disebut extrasystole, yang disusul oleh fase diastole yang lebih panjang (compensatoir pause). Opening snap, disebabkan oleh pembukaan katup mitral pada stenosa aorta, atau stenosa pulmonal kadang-kadang didapatkan sistolik dalam fase sistole segera setelah bunyi jantung I dan lebih jelas pada hypertensi sistemik.
Frekuensi denyut nadi selama bekerja, yang dihitung dengan meraba arteri radialis pada pergelangan tangan pekerja. Nadi diukur sebelum kerja, selama 1 jam kerja dan 2 jam kerja. Pengukuran nadi dilakuakan dengan bantuan tenaga paramedis.
Satuan ukuran : denyut/menit
Skala : ratio
Frekuensi nadi normal 60-90x per menit, agak meningkat pada anak-anak, wanita dalam keadaan berdiri, sedang makan, emosi dan lain-lain.
Frekuensi nadi abnormal lebih dari 100x per menit disebut takikardia (pulpus frekuensi). Misalnya pada penderita demam, infeksi streptokokus, difteri, dan macam-macam penyakit jantung. Apabila frekuensi nadi kurang dari 60x per menit disebut bradikardi. Misalnya pada penderita mikusudema, penyakit kuning, demam enteritis, tifoid, dsb.
aritmi Irama nadi normal jika teratur. Jika tidak teratur misalnya terjadi sinus yang meningkat pada inspirasi dan menurun pada ekspirasi.
Irama nadi abnormal misalnya :
• Pulsus bigemini = tiap 2 denyut jantung dipisahkan sesamanya oleh waktu yang lama, karena satu siantara tiap denyut menghilang.
• Pulsus trigemini = tiap 3 denyut jantung dipisahkan oleh masa antara denyut nadi yang lama.
• Pulsus ekstra sistolik = interval yang memanjang dapat ditemukan juga jika terdapat satu denyut tambahan yang timbul lebih dini daripada denyut-denyutan lain yang menyusul.
Macam/ciri denyutan sebagai berikut :
• Tiap denyut nadi dilukiskan sebagai suatu gelombang yang terdiri dari bagian yang naik, puncak, dan turun.
• Pulsus anarkot, yakni denyut nadi yang lemah, mempunyai gelombang dengan puncak tumpul dan rendah, misalnya pasien stenosis aorta.
• Pulsus seler, yakni denyut nadi yang seolah-olah meloncat tinggi, meningkat tinggi, dan menurun cepat sekali, misalnya pasa insulfisiensi aorta.
• Pulpus paradoks, yakni denyut nadi yang semakin lemah selama inspirasi bahkan menghilang sama sekali pada bagian akhir inspirasi untuk timbul kembali pada ekspirasi. Misalnya pada perikarditis konstraktiva, efusi perikard.
• Pulpus alternans, yakni nadi yang kuat dan lemah berganti-ganti, misalnya pada kerusakan otot jantung.
Denyut nadi perifer ada beberapa, antara lain :
• Denyut nadi arteri radialis kanan, diperiksa dengan tangan kiri pemeriksa. Dari pemeriksaan ini didapatkan denyut dan irama jantung.

• Denyut nadi arteri brachialis, pemeriksaan dengan menggunakan ibu jari tangan kana, di depan siku, agak medial tendon biseps sedangkan jari-jari lainnya memegang siku.

• Denyut nadi arteri carotis, pemeriksaan dari sebelah kanan ujung ibu jari diletakkan di sebelah laring, tekan secara lembut ke belakang kearah otot precervical sampai denyut arteri carotis terasa. Atau dengan cara menyusur leher dengan jari-jari.

• Denyut nadi arteri femoralis, digunakan untuk menilai kerja jantung seperti arteri carotis. Pemeriksaannya pasien membuka pakaian, berbaring ditempat yang datar, letakkan ibu jari atau jari-jari pemeriksa langsung diatas superior pubic ramus dan pertengahan dan diantara pubic tubical dan anterior superior iliac spine.

• Denyut nadi arteri popliteal, berada di dalam fossa popliteal tetapi denyutnya dapat dirasakan di permukaan posterior ujung distal femur.

• Denyut nadi arteri dorsalis pedis dan tibia posterior, palpasi arteri-arteri ini digunakan untuk memeriksa adanya penyakit vaskuler perifer, selain itu juga digunakan untuk monitor frekuensi denyut dan irama nadi pada saat anasthesia dan recovery.


2.4. Amplitudo dan Elastisitas Nadi
Amplitudo ialah kekuatan bunyi yang dihasilkan oleh denyut nadi. Kekuatan amplitudo nadi itu sendiri dipengaruhi oleh elastisitas atau kelenturan nadi. Tingkat elastisitas nadi dapat berfariasi, tergantung dari usia, aktifitas, dan tekanan darah.
Ukuran Kekuatan Amplitudo nadi
 0 = tdk ada
 1 = lemah
 2 = normal
 3 = kuat/tdk bisa hilang.

2.5. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah daya dorong ke semua arah pada seluruh permukaan yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh darah.
Tekanan darah berasal dari aksi pemompaan jantung memberikan tekanan yang mendorong darah melewati pembuluh-pembuluh. Darah mengalir melalui system pembuluh tertutup karena ada perbedaan tekanan atau gradien tekanan antara ventrikel kiri dan atrium kanan.
Tekanan ventrikular kiri berubah dari setinggi 120 mmHg saat sistole sampai serendah 0 mmHg saat diastole.
Tekanan aorta berubah dari setinggi 120 mmHg saat sistole sampai serendah 80 mmHg saat diastole. Tekanan diastolik tetap dipertahankan dalam arteri karena efek lontar balik dari dinding elastis aorta. Rata-rata tekanan aorta adalah 100 mmHg.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah adalah :
• Curah jantung
Tekanan darah berbanding lurus dengan curah jantung (ditentukan berdasarkan isi sekuncup dan frekuensi jantungnya)
• Tekanan perifer terhadap tekanan darah
Tekanan darah berbanding terbalik dengan tahanan dalam pembuluh.
Tahanan perifer memiliki beberapa faktor penentu :
• Viskositas darah, semakin banyak kandungan protein dan sel darah dalam plasma, semakin besar tahanan terhadap aliran darah. Peningkatan hematokrit menyebabkan peningkatan viskositas : pada anemia, kandungan hematokrit dan viskositas berkurang.
• Panjang pembuluh, semakin panjang pembuluh, semakin besar tahanan terhadap aliran darah.
• Radius pembuluh, tahanan perifer berbanding terbalik dengan radius pembuluh sampai pangkat keempatnya.
Jika radius pembuluh digandakan seperti yang terjadi pada fase dilatasi, maka aliran darah akan meningkat enambelas kali lipat. Tekanan darah akan turun.
Jika radius pembuluh dibagi dua, seperti yang terjadi pada vasokontriksi, maka tahahan terhadap aliran akan meningkat enambelas kali lipat dan tekanan darah akan naik.
• Karena panjang pembuluh dan viskositas darah secara normal konstan, maka perubahan dalam tekanan darah didapat adri perubahan radius pembuluh darah.
Pengukuran Tekanan Darah Arteri Sistolik dan Diastolik :
• Tekanan darah diukur secara tidak langsung melalui metode auskultasi dengan menggunakan sfigmomanometer.
• Peralatannya terdiri dari sebuah manset lengan untuk menghentikan aliran darah arteri brakial, sebuah manometer raksa untuk membaca tekanan, sebuah bulb pemompa manset untuk menghentikan aliran darah arteri brakial, dan sebuah katup untuk mengeluarkan udara dari manset.
• Sebuah stetoskop dipakai untuk mendeteksi awal dan akhir bunyi Karotkoff, yaitu bunyi semburan darah yang melalui sebagian pembuluh yang tertutup. Bunyi dan pembacaan angka pada kolom raksa secara bersamaan merupakan cara untuk menentukan tekanan sistolik dan diastolik.
• Tekanan darah rata-rata pada pria dewasa muda adalah sistolik 120 mmHg dan diastolik 80 mmHg, biasanya ditulis 120/80. Tekanan darah pada wanita dewasa muda, baik sistolik maupun diastolic biasannya lebih kecil 10 mmHg dari tekanan darah laki-laki dewasa muda.
Alat untuk mengukur tekanan darah adalah stethoscope dan sphygmomanometer. Sphygmomanometer diletakkan di lengan atas kemudian dipompa. Apabila tekanan pada cuff sphygmomanometer meningkat sampai di atas tekanan sistolik pada arteri brachialis, maka arteri tertekan dan arteri radialis menjadi tidak teraba lagi. Bila tekanan cuff diturunkan perlahan, darah memaksa masuk melalui obstruksi untuk kemudian ikut siklus jantung, hal ini menghasilkan bunyi yang dapat didengarkan pada stethoscope yang diletakkan pada arteri brachialis di siku. Suara ini disebut dengan Korotkoff sound. Apabila tekanan pada cuff terus menurun, Korotkoff sound menjadi lebih keras dan beberapa saat kemudian suaranya mendadak menjadi kecil (Fase 4), selanjutnya semua suara-suara menghilang (Fase 5). Fase 4 dan 5 digunakan untuk menentukan tekanan diastolik.
Hubungan antara tekanan cuff, Korotkoff sound dan tekanan arterial

Tekanan darah ada dua jenis :
• Tekanan darah tinggi (hipertensi), merupakan sebuah kondisi medis dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama).
• Tekanan darah rendah (hipotensi), merupakan sebuah kondisi medis dimana terjadi penurunan tekanan darah.
Cara pengukuran tekanan darah :
• Lepaskan pakaian pada lengan
• Letakkan lengan sejajar dengan jantung
• Gunakan ukuran cuff yang sesuai : gunakan cuff yang lebar pada pasien obesitas. Untuk anak-anak gunakan cuff khusus anak-anak
• Periksa tekanan sistolik dengan palpitasi
• Lepaskan tekanan, tidak lebih dari 1 mmHg/detik
• Untuk tekanan diastolik, gunakan fase 5 (pada saat suara menghilang)
• Cek manometer aneroid secara teratur dengan standard manometer mercury
• Bila menggunakan manometer mercury, letakknya harus tegak
Pasien dengan tekanan darah yang sangat tinggi biasanya juga disertai gejala lain, yaitu perubahan pada retina, hipertrofi ventrikel kiri dan proteinuria. Bila gejala-gejala ini tidak ada, maka jangan dulu membuat diagnosa hipertensi hanya berdasarkan pengukuran tekanan darah sesaat. Lakukan pemeriksaan tekanan darah berulang. Pasien yang bila diperiksa tekanan darahnya di rumah sakit hasilnya tinggi, bila diperiksa dirumah, tekanan darahnya dapat normal. Semakin lanjut usia, tekanan darah dapat semakin meningkat. Kebalikan hipertensi adalah hipotensi atau tekanan darah rendah. Kadang-kadang tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg dapat menyebabkan syok. Hipotensi biasanya dikaitkan dengan konsekwensinya (mis, kegagalan fungsi otak atau ginjal, bukan pada nilai tekanan darahnya). Pasien dengan hipotensi postural, gejalanya adalah pusing bila mendadak berdiri dari keadaan duduk atau berbaring. Diagnosanya ditegakkan dengan mengukur tekanan darah pasien pada saat berbaring dan berdiri.

2.6. Jugularis Vein Pressure ( Tekanan Vena Jugularis)
Tekanan vena jugularis atau Jugular venous pressure (JVP) dalam bahasa Inggris, adalah tekanan sistem vena yang diamati secara tidak langsung (indirek). Secara langsung (direk), tekanan sistem vena diukur dengan memasukkan kateter yang dihubungkan dengan sphygmomanometer melalui vena subclavia dextra yang diteruskan hingga ke vena centralis (vena cava superior).
Karena cara tersebut invasif, digunakanlah vena jugularis (externa dexter) sebagai pengganti sphygmomanometer dengan titik nol (zero point) di tengah atrium kanan. Titik ini kira-kira berada pada perpotongan antara garis tegak lurus dari angulus Ludovici ke bidang yang dibentuk kedua linea midaxillaris.
Vena jugularis tidak terlihat pada orang normal dengan posisi tegak. Ia baru terlihat pada posisi berbaring di sepanjang permukaan musculus sternocleidomastoideus.
JVP yang meningkat adalah tanda klasik hipertensi vena (seperti gagal jantung kanan). Peningkatan JVP dapat dilihat sebagai distensi vena jugularis, yaitu JVP tampak hingga setinggi leher; jauh lebih tinggi daripada normal.
Pemeriksaan JVP menunjukkan keadaan ‘input’ jantung. Vena jugular interna berhubungan langsung dengan vena cava superior dan atrium kanan.
Tekanan normal pada atrium kanan equivalent dengan tekanan kolom darah setinggi 10-12 cm. Jadi bila pasien berdiri atau duduk tegak, vena jugularis interna akan kolaps dan bila pasien berbaring, vena terisi penuh. Bila pasien berbaring sekitar 45°, maka pulsasi vena jugularis akan tampak tepat di atas clavicula; maka posisi ini digunakan untuk pemeriksaan denyut vena jugularis (JVP) Kepala pasien diletakkan pada bantal, dengan leher fleksi dan pandangan lurus ke depan. Jangan menegangkan muskulus sternomastoid, karena vena jugularis interna tepat berada di bawahnya.

Pemeriksaan JVP. Pasien
berbaring supinasi 45°, pulsasi jugularis
terlihat tepat di atas clavicula



Penyebab peningkatan JVP
• Payah jantung kongestif atau payah jantung
• Tricuspid reflux
• Pericardial tamponade
• Pulmonary embolism
• Overload cairan iatrogenic
• Obstruksi vena cava superior
Penyebab dan ciri-ciri peningkatan JVP
Sering
• Payah jantung kongestif
• Tricuspid regurgitation
• Bentuk gelombang normal
• Gelombang ‘V’ yang besar
Agak jarang
• Pericardial tamponade
• Massive pulmonary embolism
• Peningkatan tekanan vena, pola gelombang sulit ditentukan karena pasien menjadi hipotensi bila duduk
Jarang
• Superior caval obstruction
• Constrictive pericarditis
• Tricuspid stenosis

Pemeriksaan JVP
JVP diukur pada seseorang dengan posisi setengah duduk 45° dalam keadaan rileks. Pengukuran dilakukan berdasarkan tingkat pengisian vena jugularis dari titik nol atau dari sudut sternum. Pada orang sehat, JVP maksimum 3-4 cm di atas sudut sternum. Nilai normal dari JVP adalah <4 mm H2O.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar