Selasa, 14 Juni 2011

Jalur HPA Axis

PENGERTIAN HPA Axis

HPA axis adalah sistem neuroendokrin (syaraf-hormon) tubuh yang melibatkan hypothalamus (bagian dari otak kecil, red.), kelenjar hormon pituitary, dan kelenjar adrenal (kelenjar yang terletak melekat pada bagian atas ginjal). Sistem komunikasi kompleks ini bertanggungjawab untuk menangani reaksi stress dengan mengatur produksi kortisol, sejenis hormon dan merupakan mediator rangsang syaraf. HPA-axis dalam konsep psikoneuroimmunologi menjelaskan mekanisme sebuah keyakinan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan tubuh seseorang. HPA-axis merupakan sebuah jalur kompleks interaksi antara tiga sistem yang terjadi dalam tubuh yang mengatur reaksi terhadap stress dan banyak proses dalam tubuh, termasuk didalamnya proses pencernaan, sistem ketahanan tubuh, mood dan tingkat emosi, gairah seksual, penyimpanan energi dan penggunaannya.
Keadaan stress secara psikologis akan merangsang penurunan produksi hormon beta endorphin yang meningkatkan tingkat ambang rangsang. Stress juga memicu ketidakteraturan produksi hormon kortisol sehingga hipotalamus meningkatkan produksi CRH atau hormon kortikotropin yang pada akhirnya menyebabkan kelemahan, dan penurunan daya tahan tubuh. Jika terjadi stress pada penderita penyakit menahun akan menyebabkan ia jatuh pada kondisi yang lebih buruk
Hipotalamus-hipofisis-adrenal axis (HPA atau HTPA sumbu), juga dikenal sebagai limbik-hipotalamus-hipofisis-adrenal axis (LHPA sumbu), adalah sebuah kompleks pengaruh langsung dan umpan balik interaksi antara hipotalamus (yang kosong, saluran - membentuk bagian dari otak), maka kelenjar pituitari (sebuah struktur berbentuk kacang polong yang terletak di bawah hipotalamus), dan adrenal (atau suprarenal) kelenjar (kecil, organ kerucut di atas ginjal).
HPA-Axis dirancang untuk memindahkan tubuh dari bahaya dengan tiba-tiba dan berkelanjutan tenaga. Sebagai respon terhadap stres, sistem limbik mematikan bergegas pencernaan nutrisi darah ke otot-otot panjang; merangsang hipofisis adrenal untuk melepaskan hormon melawan dan penerbangan, amigdala.





JALUR HPA Axis

Hipotalamus merupakan pusat kontrol untuk sebagian besar sistem hormon tubuh.
Sel-sel dalam hipotalamus menghasilkan hormon corticotrophin-releasing factor (CRF) pada manusia sebagai tanggapan atas sebagian besar semua jenis stres fisik atau psikologis, yang pada gilirannya mengikat reseptor spesifik pada sel-sel hipofisis, yang menghasilkan hormon adrenocorticotropic (ACTH).
ACTH ini kemudian diangkut ke targetnya kelenjar adrenal merangsang produksi hormon adrenalin. Kelenjar adrenal yang terletak di atas ginjal lalu meningkatkan sekresi kortisol. Pelepasan kortisol memulai serangkaian efek metabolik yang bertujuan untuk mengurangi efek berbahaya dari stres melalui umpan balik negatif baik kepada hipotalamus dan hipofisis anterior, yang mengurangi konsentrasi ATH dan kortisol di dalam darah setelah keadaan stres reda.
Psikoneuroimunologi sebagai ilmu yang digunakan untuk menjelaskan tentang respons imun pada kondisi stres mulai dikembangkan. Holden (1980) dan Ader (1981) menyatakan bahwa psikoneuroimunologi adalah kajian yang melibatkan berbagai segi keilmuan, neurologi, psikiatri, patobiologi dan imunologi. Martin (1938) mengemukakan 2 konsep dasar psikoneuroimunologi yaitu:
 Status emosi menentukan fungsi sistem kekebalan
 Stres dapat meningkatkan kerentanan tubuh terhadap infeksi dan karsinoma.

Sistem saraf, endokrin, dan sistem imun saling berhubungan dengan memanfaatkan berbagai substansi penghantar sinyal stres dan reseptor sinyal, yang berakibat terjadi pengaturan perilaku sel pada sistem imun। Stres dapat menyebabkan peningkatan kortisol dan katekolamin sehingga akan menekan aktivitas sel imunokompeten yang berakibat pada penurunan ketahanan tubuh.
Konsep ini memberi peluang untuk menjelaskan perubahan biologis sebagai bentuk respons stres oleh rangsangan. Sinyal stres yang dirasakan individu, dirambatkan melalui hypotalamic - pituitary - adrenocortical axis (HPA axis). Stresor menyebabkan peningkatan corticotropin releasing factor (CRF) hipotalamus, yang memicu aktivitas HPA aksis. Pengaruh kortisol pada hambatan sekresi IL-l eleh makrofag dan IT,-2 .Boleh sel Th yang clapat menurunkan sintesis imunogobulin oleh sel.
Dalam ilmu psikologi stres diartikan sebagai suatu kondisi kebutuhan tidak terpenuhi secara adekuat sehingga menimbulkan adanya ketidakseimbangan. Taylor (1995) mendeskripsikan stres sebagai pengalaman emosional negatif disertai perubahan reaksi biokimiawi, fisiologis, kognitif dan perilaku yang bertujuan untuk mengubah atau menyesuaikan diri terhadap situasi yang menyebabkan stres. Sedangkan Selye (1976) mendefinisikan stres sebagai ‘the nonspesific response of the body to any demand‘, stress juga dapat diartikan sebagai berikut, ‘stress occurs where there are demands on the person which tax or exceed his adjustive resources’ (Lazarus, 1976).
Stres dapat mengenai semua orang dan semua usia. Stres baik ringan, sedang maupun berat dapat menimbulkan perubahan fungsi fisiologis, kognitif, emosi dan perilaku. Stres dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu akut dan kronik (Wheaton, 1983). Sedangkan dalam penelitian Ross dan Viowsky (1979) menyatakan bahwa efek psikologi tidak tergantung pada jumlah stres maupun beratnya stres yang terjadi, akan tetapi tergantung pada status stress itu sendiri, apakah stres tersebut diinginkan (desirable stress) atau tidak diinginkan (undesirable stress). Stres yang tidak diinginkan mempunyai potensi yang lebih besar dalam menimbulkan efek psikologik.
Menurut Prawirohusodo, stresor adalah faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres. Stresor dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu :
 Stresor fisikbiologik : dingin, panas, infeksi, rasa nyeri, pukulan dan lain-lain.
 Stresor psikologis : takut, khawatir, cemas, marah, kekecewaan, kesepian, jatuh cinta dan lain-lain.
 Stresor sosial budaya : menganggur, perceraian, perselisihan dan lain-lain.
Stres yang merusak sering disebut distress, adalah ketika seseorang mendapat impuls rangsangan secara terus-menerus dan berulang kali yang melampaui batas adaptasi. Telah dilaporkan bahwa pekerja yang berada atau bekerja di tempat yang mempunyai tingkat kebisingan tinggi sering mengalami gangguan kesehatan dan mudah terserang infeksi (Budiman, 2004).


KOMPONEN & SISTEM YANG TERLIBAT DALAM HPA Axis

Komponen-komponen yang terlibat :
 paraventrikular inti dari hipotalamus, yang berisi neuroendokrin neuron yang mensintesis dan mengeluarkan vasopresin dan kortikotropin-releasing hormone (CRH).
Kedua peptida mengatur:
 Lobus anterior dari kelenjar pituitari. Secara khusus, dan vasopresin CRH merangsang sekresi adrenocorticotropic hormon (ACTH), yang dulu dikenal sebagai kortikotropin.
 ACTH pada gilirannya bekerja pada adrenal korteks, yang menghasilkan glukokortikoid hormon (terutama kortisol pada manusia) sebagai tanggapan terhadap rangsangan oleh ACTH. Glukokortikoid pada gilirannya kembali bertindak hipotalamus dan hipofisis (untuk menekan produksi CRH dan ACTH) dalam siklus umpan balik negatif.
 CRH dan vasopresin dilepaskan dari terminal saraf neurosecretory di median eminence. Mereka diangkut ke anterior pituitari melalui sistem pembuluh darah portal dari hypophyseal tangkai. Di sana, CRH dan vasopresin bertindak sinergis untuk merangsang sekresi ACTH dari corticotrope disimpan sel. ACTH ini diangkut oleh darah ke korteks adrenalin dari kelenjar adrenal, di mana cepat merangsang biosintesis kortikosteroid seperti kortisol dari kolesterol. Kortisol adalah hormon stres utama dan memiliki efek pada berbagai jaringan dalam tubuh, termasuk pada otak. Di otak, kortisol bekerja pada dua jenis reseptor - reseptor mineralokortikoid dan glukokortikoid reseptor, dan ini dinyatakan oleh berbagai jenis neuron. Salah satu target penting Glukokortikoid adalah hipotalamus, yang merupakan pusat pengendali utama dari sumbu HPA.

INTERAKSI ANTARA STRES DENGAN SISTEM IMUN

Stresor pertama kali ditampung oleh pancaindera dan diteruskan ke pusat emosi yang terletak di sistem saraf pusat. Dari sini, stres akan dialirkan ke organ tubuh melalui saraf otonom. Organ yang antara lain dialiri stres adalah kelenjar hormon dan terjadilah perubahan keseimbangan hormon, yang selanjutnya akan menimbulkan perubahan fungsional berbagai organ target. Beberapa peneliti membuktikan stres telah menyebabkan perubahan neurotransmitter neurohormonal melalui berbagai aksis seperti HPA (Hypothalamic-Pituitary Adrenal Axis), HPT (Hypothalamic-Pituitary-Thyroid Axis) dan HPO (Hypothalamic-Pituitary-Ovarial Axis). HPA merupakan teori mekanisme yang paling banyak diteliti.

Pemeriksaan Fisik Jantung

2.1. Pengertian Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.

2.2. Nadi
Denyut jantung ( Nadi ) adalah suara yang dihasilkan dari denyutan jantung dan aliran darah yang melewatinya. Untuk memeriksanya digunakan stetoskop. Bunyi jantung dibagi menjadi bunyi jantung normal dan patologis yang mengindikasikan suatu penyakit. Bunyi jantung dikenali sebagai lub dan dub secara bergantian. Bunyi murmur dihasilkan oleh turbulensi aliran darah di jantung. Stenosis merupakan penyebab dari turbulensi tersebut. Insufisiensi katup menyebabkan aliran darah berbalik dan bertabrakan dengan aliran yang berlawanan arah. Pada keadaan ini, murmur akan terdengar menjadi bagian dari tiap siklus jantung.
Denyut nadi adalah frekuensi irama denyut/detak jantung yang dapat dipalpasi (diraba) dipermukaan kulit pada tempat-tempat tertentu.
Siklus jantung terdiri dari periode relaksasi yang dinamakan diastole dan diikuti oleh periode kontraksi yang dinamakan systole. Kekuatan darah masuk ke dalam aorta selama sistolik tidak hanya menggerakkan darah dalam pembuluh ke depan tetapi juga menyusun suatu gelombang tekanan sepanjang arteri. Gelombang tekanan mendorong dinding arteri seperti berjalan dan pendorongnya teraba sebagai nadi.
Urutan normal bagian-bagian jantung yang berdenyut yaitu kontraksi atrium (sistolik atrium) diikuti oleh kontraksi vertikel (sistolik vertikel) dan selama diastolik keempat ruangan relaksasi. Nadi berasal dari sistem konduksi adalah nodus siontriate (nodus SA), lintasan internojal atrium, nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas HIS, cabang-cabangnya dan sistem purkinye, ke otot ventrikel.
Denyut nadi seseorang akan terus meningkat bila suhu tubuh meningkat kecuali bila pekerja yang bersangkutan telah beraklimatisasi terhadap suhu udara yang tinggi. Denyut nadi maksimum untuk orang dewasa adalah 180-200 denyut per menit dan keadaan ini biasanya hanya dapat berlangsung dalam waktu beberapa menit saja.
Meningkatnya denyut nadi dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti :
1. Temperatur atau suhu sekeliling yang tinggi
2. Tingginya pembebanan otot statis
3. Semakin sedikitnya otot yang terlibat dalam suatu kondisi kerja.
Jenis nadi dbedakan menjadi 4, yaitu :
1. Nadi istirahat, rata-rata denyut nadi sebelum bekerja
2. Nadi sedang kerja, rata-rata denyut nadi selama kerja
3. Nadi kerja, selisih antara nadi selama kerja dengan denyut nadi sebelum kerja
4. Nadi pemulihan, total angka denyutan dari akhir kerja sampai masa pulih tercapai.
Faktor-faktor yang mempengaruhi denyut nadi adalah :
1. Usia
Pada masa remaja, denyut jantung menetap dan iramanya teratur. Pada orang dewasa efek fisiologi usia dapat berpengaruh pada sistem kardiovaskuler.
Pada usia yang lebih tua lagi dari usia dewasa penentuan nadi kurang dapat dipercaya
2. Jenis kelamin
Denyut nadi yang tepat dicapai pada kerja maksimum sub maksimum pada wanita lebih tinggi dari pada pria. Pada laki-laki muda dengan kerja 50% maksimal rata-rata nadi kerja mencapai 128 denyut per menit, pada wanita 138 denyut per menit. Pada kerja maksimal pria rata-rata nadi kerja mencapai 154 denyut per menit dan pada wanita 164 denyut per menit.
3. Ukuran tubuh
Ukuran tubuh yang penting adalah berat badan untuk ukuran tubuh seseorang yaitu dengan menghitung IMT (Indeks Masa Tubuh) dengan Rumus :
BB(Kg)
IMT =
TB(m) X TB(m)
Keterangan :
• IMT = Indek Masa Tubuh
• BB = Berat Badan
• TB = Tinggi Badan.
4. Kehamilan
Frekuensi jantung meningkat secara progresif selama masa kehamilan dan mencapai maksimal sampai masa aterm yang frekuensinya berkisar 20% diatas keadaan sebesar hamil.
5. Keadaan kesehatan
Pada orang yang tidak sehat dapat terjadi perubahan irama atau frekuensi jantung secara tidak teratur. Kondisi seseorang yang baru sembuh dari sakit maka frekuensi jantungnya cenderung meningkat.
6. Riwayat kesehatan
Riwayat seseorang berpenyakit jantung, hipertensi, atau hipotensi akan mempengaruhi kerja jantung. Demikian juga pada penderita anemia (kurang darah) akan mengalami peningkatan kebutuhan oksigen sehingga Cardiac output meningkat yang mengakibatkan peningkatan denyut nadi.
7. Rokok dan kafein
Rokok dan kafein juga dapat meningkatkan denyut nadi. Pada suatu studi yang merokok sebelum bekerja denyut nadinya meningkat 10 sampai 20 denyut per menit dibanding dengan arang yang dalam bekerja tidak didahului merokok. Pada kafein secara statistik tidak ada perubahan yang signifikan pada variable metabolic kardiovaskuler kerja maksimal dan sub maksimal.
8. Intensitas dan lama kerja
Rokok dan kafein juga dapat meningkatkan denyut nadi. Pada suatu studi yang merokok sebelum bekerja denyut nadinya meningkat 10 sampai 20 denyut per menit dibanding dengan arang yang dalam bekerja tidak didahului merokok. Pada kafein secara statistik tidak ada perubahan yang signifikan pada variable metabolic kardiovaskuler kerja maksimal dan sub maksimal.
9. Sikap kerja
Posisi atau sikap kerja juga mempengaruhi tekanan darah. Posisi berdiri mengakibatkan ketegangan sirkulasi lebih besar dibandingkan dengan posisi kerja duduk.
10. Faktor fisik dan kondisi psikis.
Kebisingan merupakan suatu tekanan yang merusak pendengaran. Selama itu dapat meningkatkan denyut nadi, dan mempengaruhi parameter fisiologis yang lain yang dapat menurunkan kemampuan dalam kerja fisik.

2.3. Irama Dan Frekuensi Nadi
Irama dan frekuensi bunyi jantung (nadi) harus dibandingkan dengan frekuensi nadi. Normal irama jantung adalah teratur dan bila tidak teratur disebut arrhytmia cordis.
Frekuensi bunyi jantung harus ditentukan dalam semenit, kemudian dibandingkan dengan frekuensi nadi. Bila frekuensi nadi dan bunyi jantung masing-masing lebih dari 100 kali per menit disebut tachycardi dan bila frekuensi kurang dari 60 kali per menit disebut bradycardia.
Kadang-kadang irama jantung berubah menurut respirasi. Pada waktu ekspirasi lebih lambat, keadaan ini disebut sinus arrhytmia. Hal ini disebabkan perubahan rangsang susunan saraf otonom pada S – A node sebagai pacu jantung. Jika irama jantung sama sekali tidak teratur disebut fibrilasi. Adakalanya irama jantung normal sekali-kali diselingi oleh suatu denyut jantung yang timbul lebih cepat disebut extrasystole, yang disusul oleh fase diastole yang lebih panjang (compensatoir pause). Opening snap, disebabkan oleh pembukaan katup mitral pada stenosa aorta, atau stenosa pulmonal kadang-kadang didapatkan sistolik dalam fase sistole segera setelah bunyi jantung I dan lebih jelas pada hypertensi sistemik.
Frekuensi denyut nadi selama bekerja, yang dihitung dengan meraba arteri radialis pada pergelangan tangan pekerja. Nadi diukur sebelum kerja, selama 1 jam kerja dan 2 jam kerja. Pengukuran nadi dilakuakan dengan bantuan tenaga paramedis.
Satuan ukuran : denyut/menit
Skala : ratio
Frekuensi nadi normal 60-90x per menit, agak meningkat pada anak-anak, wanita dalam keadaan berdiri, sedang makan, emosi dan lain-lain.
Frekuensi nadi abnormal lebih dari 100x per menit disebut takikardia (pulpus frekuensi). Misalnya pada penderita demam, infeksi streptokokus, difteri, dan macam-macam penyakit jantung. Apabila frekuensi nadi kurang dari 60x per menit disebut bradikardi. Misalnya pada penderita mikusudema, penyakit kuning, demam enteritis, tifoid, dsb.
aritmi Irama nadi normal jika teratur. Jika tidak teratur misalnya terjadi sinus yang meningkat pada inspirasi dan menurun pada ekspirasi.
Irama nadi abnormal misalnya :
• Pulsus bigemini = tiap 2 denyut jantung dipisahkan sesamanya oleh waktu yang lama, karena satu siantara tiap denyut menghilang.
• Pulsus trigemini = tiap 3 denyut jantung dipisahkan oleh masa antara denyut nadi yang lama.
• Pulsus ekstra sistolik = interval yang memanjang dapat ditemukan juga jika terdapat satu denyut tambahan yang timbul lebih dini daripada denyut-denyutan lain yang menyusul.
Macam/ciri denyutan sebagai berikut :
• Tiap denyut nadi dilukiskan sebagai suatu gelombang yang terdiri dari bagian yang naik, puncak, dan turun.
• Pulsus anarkot, yakni denyut nadi yang lemah, mempunyai gelombang dengan puncak tumpul dan rendah, misalnya pasien stenosis aorta.
• Pulsus seler, yakni denyut nadi yang seolah-olah meloncat tinggi, meningkat tinggi, dan menurun cepat sekali, misalnya pasa insulfisiensi aorta.
• Pulpus paradoks, yakni denyut nadi yang semakin lemah selama inspirasi bahkan menghilang sama sekali pada bagian akhir inspirasi untuk timbul kembali pada ekspirasi. Misalnya pada perikarditis konstraktiva, efusi perikard.
• Pulpus alternans, yakni nadi yang kuat dan lemah berganti-ganti, misalnya pada kerusakan otot jantung.
Denyut nadi perifer ada beberapa, antara lain :
• Denyut nadi arteri radialis kanan, diperiksa dengan tangan kiri pemeriksa. Dari pemeriksaan ini didapatkan denyut dan irama jantung.

• Denyut nadi arteri brachialis, pemeriksaan dengan menggunakan ibu jari tangan kana, di depan siku, agak medial tendon biseps sedangkan jari-jari lainnya memegang siku.

• Denyut nadi arteri carotis, pemeriksaan dari sebelah kanan ujung ibu jari diletakkan di sebelah laring, tekan secara lembut ke belakang kearah otot precervical sampai denyut arteri carotis terasa. Atau dengan cara menyusur leher dengan jari-jari.

• Denyut nadi arteri femoralis, digunakan untuk menilai kerja jantung seperti arteri carotis. Pemeriksaannya pasien membuka pakaian, berbaring ditempat yang datar, letakkan ibu jari atau jari-jari pemeriksa langsung diatas superior pubic ramus dan pertengahan dan diantara pubic tubical dan anterior superior iliac spine.

• Denyut nadi arteri popliteal, berada di dalam fossa popliteal tetapi denyutnya dapat dirasakan di permukaan posterior ujung distal femur.

• Denyut nadi arteri dorsalis pedis dan tibia posterior, palpasi arteri-arteri ini digunakan untuk memeriksa adanya penyakit vaskuler perifer, selain itu juga digunakan untuk monitor frekuensi denyut dan irama nadi pada saat anasthesia dan recovery.


2.4. Amplitudo dan Elastisitas Nadi
Amplitudo ialah kekuatan bunyi yang dihasilkan oleh denyut nadi. Kekuatan amplitudo nadi itu sendiri dipengaruhi oleh elastisitas atau kelenturan nadi. Tingkat elastisitas nadi dapat berfariasi, tergantung dari usia, aktifitas, dan tekanan darah.
Ukuran Kekuatan Amplitudo nadi
 0 = tdk ada
 1 = lemah
 2 = normal
 3 = kuat/tdk bisa hilang.

2.5. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah daya dorong ke semua arah pada seluruh permukaan yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh darah.
Tekanan darah berasal dari aksi pemompaan jantung memberikan tekanan yang mendorong darah melewati pembuluh-pembuluh. Darah mengalir melalui system pembuluh tertutup karena ada perbedaan tekanan atau gradien tekanan antara ventrikel kiri dan atrium kanan.
Tekanan ventrikular kiri berubah dari setinggi 120 mmHg saat sistole sampai serendah 0 mmHg saat diastole.
Tekanan aorta berubah dari setinggi 120 mmHg saat sistole sampai serendah 80 mmHg saat diastole. Tekanan diastolik tetap dipertahankan dalam arteri karena efek lontar balik dari dinding elastis aorta. Rata-rata tekanan aorta adalah 100 mmHg.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah adalah :
• Curah jantung
Tekanan darah berbanding lurus dengan curah jantung (ditentukan berdasarkan isi sekuncup dan frekuensi jantungnya)
• Tekanan perifer terhadap tekanan darah
Tekanan darah berbanding terbalik dengan tahanan dalam pembuluh.
Tahanan perifer memiliki beberapa faktor penentu :
• Viskositas darah, semakin banyak kandungan protein dan sel darah dalam plasma, semakin besar tahanan terhadap aliran darah. Peningkatan hematokrit menyebabkan peningkatan viskositas : pada anemia, kandungan hematokrit dan viskositas berkurang.
• Panjang pembuluh, semakin panjang pembuluh, semakin besar tahanan terhadap aliran darah.
• Radius pembuluh, tahanan perifer berbanding terbalik dengan radius pembuluh sampai pangkat keempatnya.
Jika radius pembuluh digandakan seperti yang terjadi pada fase dilatasi, maka aliran darah akan meningkat enambelas kali lipat. Tekanan darah akan turun.
Jika radius pembuluh dibagi dua, seperti yang terjadi pada vasokontriksi, maka tahahan terhadap aliran akan meningkat enambelas kali lipat dan tekanan darah akan naik.
• Karena panjang pembuluh dan viskositas darah secara normal konstan, maka perubahan dalam tekanan darah didapat adri perubahan radius pembuluh darah.
Pengukuran Tekanan Darah Arteri Sistolik dan Diastolik :
• Tekanan darah diukur secara tidak langsung melalui metode auskultasi dengan menggunakan sfigmomanometer.
• Peralatannya terdiri dari sebuah manset lengan untuk menghentikan aliran darah arteri brakial, sebuah manometer raksa untuk membaca tekanan, sebuah bulb pemompa manset untuk menghentikan aliran darah arteri brakial, dan sebuah katup untuk mengeluarkan udara dari manset.
• Sebuah stetoskop dipakai untuk mendeteksi awal dan akhir bunyi Karotkoff, yaitu bunyi semburan darah yang melalui sebagian pembuluh yang tertutup. Bunyi dan pembacaan angka pada kolom raksa secara bersamaan merupakan cara untuk menentukan tekanan sistolik dan diastolik.
• Tekanan darah rata-rata pada pria dewasa muda adalah sistolik 120 mmHg dan diastolik 80 mmHg, biasanya ditulis 120/80. Tekanan darah pada wanita dewasa muda, baik sistolik maupun diastolic biasannya lebih kecil 10 mmHg dari tekanan darah laki-laki dewasa muda.
Alat untuk mengukur tekanan darah adalah stethoscope dan sphygmomanometer. Sphygmomanometer diletakkan di lengan atas kemudian dipompa. Apabila tekanan pada cuff sphygmomanometer meningkat sampai di atas tekanan sistolik pada arteri brachialis, maka arteri tertekan dan arteri radialis menjadi tidak teraba lagi. Bila tekanan cuff diturunkan perlahan, darah memaksa masuk melalui obstruksi untuk kemudian ikut siklus jantung, hal ini menghasilkan bunyi yang dapat didengarkan pada stethoscope yang diletakkan pada arteri brachialis di siku. Suara ini disebut dengan Korotkoff sound. Apabila tekanan pada cuff terus menurun, Korotkoff sound menjadi lebih keras dan beberapa saat kemudian suaranya mendadak menjadi kecil (Fase 4), selanjutnya semua suara-suara menghilang (Fase 5). Fase 4 dan 5 digunakan untuk menentukan tekanan diastolik.
Hubungan antara tekanan cuff, Korotkoff sound dan tekanan arterial

Tekanan darah ada dua jenis :
• Tekanan darah tinggi (hipertensi), merupakan sebuah kondisi medis dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama).
• Tekanan darah rendah (hipotensi), merupakan sebuah kondisi medis dimana terjadi penurunan tekanan darah.
Cara pengukuran tekanan darah :
• Lepaskan pakaian pada lengan
• Letakkan lengan sejajar dengan jantung
• Gunakan ukuran cuff yang sesuai : gunakan cuff yang lebar pada pasien obesitas. Untuk anak-anak gunakan cuff khusus anak-anak
• Periksa tekanan sistolik dengan palpitasi
• Lepaskan tekanan, tidak lebih dari 1 mmHg/detik
• Untuk tekanan diastolik, gunakan fase 5 (pada saat suara menghilang)
• Cek manometer aneroid secara teratur dengan standard manometer mercury
• Bila menggunakan manometer mercury, letakknya harus tegak
Pasien dengan tekanan darah yang sangat tinggi biasanya juga disertai gejala lain, yaitu perubahan pada retina, hipertrofi ventrikel kiri dan proteinuria. Bila gejala-gejala ini tidak ada, maka jangan dulu membuat diagnosa hipertensi hanya berdasarkan pengukuran tekanan darah sesaat. Lakukan pemeriksaan tekanan darah berulang. Pasien yang bila diperiksa tekanan darahnya di rumah sakit hasilnya tinggi, bila diperiksa dirumah, tekanan darahnya dapat normal. Semakin lanjut usia, tekanan darah dapat semakin meningkat. Kebalikan hipertensi adalah hipotensi atau tekanan darah rendah. Kadang-kadang tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg dapat menyebabkan syok. Hipotensi biasanya dikaitkan dengan konsekwensinya (mis, kegagalan fungsi otak atau ginjal, bukan pada nilai tekanan darahnya). Pasien dengan hipotensi postural, gejalanya adalah pusing bila mendadak berdiri dari keadaan duduk atau berbaring. Diagnosanya ditegakkan dengan mengukur tekanan darah pasien pada saat berbaring dan berdiri.

2.6. Jugularis Vein Pressure ( Tekanan Vena Jugularis)
Tekanan vena jugularis atau Jugular venous pressure (JVP) dalam bahasa Inggris, adalah tekanan sistem vena yang diamati secara tidak langsung (indirek). Secara langsung (direk), tekanan sistem vena diukur dengan memasukkan kateter yang dihubungkan dengan sphygmomanometer melalui vena subclavia dextra yang diteruskan hingga ke vena centralis (vena cava superior).
Karena cara tersebut invasif, digunakanlah vena jugularis (externa dexter) sebagai pengganti sphygmomanometer dengan titik nol (zero point) di tengah atrium kanan. Titik ini kira-kira berada pada perpotongan antara garis tegak lurus dari angulus Ludovici ke bidang yang dibentuk kedua linea midaxillaris.
Vena jugularis tidak terlihat pada orang normal dengan posisi tegak. Ia baru terlihat pada posisi berbaring di sepanjang permukaan musculus sternocleidomastoideus.
JVP yang meningkat adalah tanda klasik hipertensi vena (seperti gagal jantung kanan). Peningkatan JVP dapat dilihat sebagai distensi vena jugularis, yaitu JVP tampak hingga setinggi leher; jauh lebih tinggi daripada normal.
Pemeriksaan JVP menunjukkan keadaan ‘input’ jantung. Vena jugular interna berhubungan langsung dengan vena cava superior dan atrium kanan.
Tekanan normal pada atrium kanan equivalent dengan tekanan kolom darah setinggi 10-12 cm. Jadi bila pasien berdiri atau duduk tegak, vena jugularis interna akan kolaps dan bila pasien berbaring, vena terisi penuh. Bila pasien berbaring sekitar 45°, maka pulsasi vena jugularis akan tampak tepat di atas clavicula; maka posisi ini digunakan untuk pemeriksaan denyut vena jugularis (JVP) Kepala pasien diletakkan pada bantal, dengan leher fleksi dan pandangan lurus ke depan. Jangan menegangkan muskulus sternomastoid, karena vena jugularis interna tepat berada di bawahnya.

Pemeriksaan JVP. Pasien
berbaring supinasi 45°, pulsasi jugularis
terlihat tepat di atas clavicula



Penyebab peningkatan JVP
• Payah jantung kongestif atau payah jantung
• Tricuspid reflux
• Pericardial tamponade
• Pulmonary embolism
• Overload cairan iatrogenic
• Obstruksi vena cava superior
Penyebab dan ciri-ciri peningkatan JVP
Sering
• Payah jantung kongestif
• Tricuspid regurgitation
• Bentuk gelombang normal
• Gelombang ‘V’ yang besar
Agak jarang
• Pericardial tamponade
• Massive pulmonary embolism
• Peningkatan tekanan vena, pola gelombang sulit ditentukan karena pasien menjadi hipotensi bila duduk
Jarang
• Superior caval obstruction
• Constrictive pericarditis
• Tricuspid stenosis

Pemeriksaan JVP
JVP diukur pada seseorang dengan posisi setengah duduk 45° dalam keadaan rileks. Pengukuran dilakukan berdasarkan tingkat pengisian vena jugularis dari titik nol atau dari sudut sternum. Pada orang sehat, JVP maksimum 3-4 cm di atas sudut sternum. Nilai normal dari JVP adalah <4 mm H2O.

Patofisiologi Pneumonia

A. PENGERTIAN
Pneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang terjadi pada masa anak-anak dan sering terjadi pada masa bayi. Penyakit ini timbul sebagai penyakit primer dan dapat juga akibat penyakit komplikasi. (A. Aziz Alimul : 2006). Sedangkan menurut Elizabeth J. Corwin, Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah. Penyakit ini adalah infeksi akut jaringan paru oleh mikroorganisme.
Selain itu, menurut wikipedia.com pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi "inflame" dan terisi oleh cairan.

B. JENIS-JENIS PNEUMONIA
Pneumonia terbagi dalam berbagai jenis berdasarkan dengan penyebab, natomik, dan berdasarkan asal penyakit ini didapat. Seperti dijelaskan berikut ini :
1. Berdasarkan penyebab :
a. Pneumonia Lipid
b. Pneumonia Kimiawi
c. Pneumonia karena extrinsik allergic alveolitis
d. Pneumonia karena obat
e. Pneumonia karena radiasi
f. Pneumonia dengan penyebab tak jelas (Dasar-dasar ilmu penyakit paru, 2006)
2. Berdasarkan Anatomik :
a. Pneumonia Lobaris
Merupakan pneumonia yang terjadi pada seluruh atau satu bagian besar dari lobus paru dan bila kedua lobus terkena bisa dikatakan sebagai pneumonia lobaris
b. Pneumonia Interstisial
Merupakan pneumonia yang dapat terjadi di dalam dinding alveolar.
c. Bronchopneumonia
Merupakan pneumonia yang terjadi pada ujung akhir bronkhiolus yang dapat tersumbat oleh eksudat mukopuren untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus (A. Aziz Alimul Hidayat :2006)
3. Berdasarkan asal penyakit :
a. Pneumonia komunitas atau community acquired pneumonia, adalah pneumonia yang didapat dari masyarakat.
b. Pneumonia nosokomial atau hospitality acquired pneumonia yang berarti penyakit itu didapat saat pasien berada di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan.

C. ETIOLOGI
Pada masa sekarang terjadi perubahan pola mikroorganisme penyebab ISNBA (Infeksi Saluran Napas Bawah Akut) akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat hingga menimbulkan perubahan karakteristik pada kuman. Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal ini berdampak kepada obat yang akan di berikan. Mikroorganisme penyebab yang tersering adalah bakteri, yang jenisnya berbeda antar Negara, antara suatu daerah dengan daerah yang lain pada suatu Negara, maupun bakteri yang berasal dari lingkungan rumah sakit ataupun dari lingkungan luar. Karena itu perlu diketahui dengan baik pola kuman di suatu tempat.
Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi antara lain :
1. Bakteri
Agen penyebab pneumonia di bagi menjadi organisme gram-positif atau gram-negatif seperti : Steptococcus pneumoniae (pneumokokus), Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumoniae, Legionella, hemophilus influenzae.
2. Virus
Influenzae virus, Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial adenovirus, chicken-pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herves simpleks, Virus sinial pernapasan, hantavirus.
3. Fungsi
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomises dermatitidis, histoplasma kapsulatum.
(hhtp:/medicastore.com/med/subkategori_pyk.Php,2007).
Selain disebabkan oleh infeksi, pneumonia juga bisa di sebabkan oleh bahan-bahan lain/non infeksi :
1. Pneumonia Lipid : Disebabkan karena aspirasi minyak mineral
2. Pneumonia Kimiawi : Inhalasi bahan-bahan organik dan anorganik atau uap kimia seperti berillium
3. Extrinsik allergic alveolitis : Inhalasi bahan debu yang mengandung alergen seperti spora aktinomisetes termofilik yang terdapat pada ampas debu di pabrik gula
4. Pneumonia karena obat : Nitofurantoin, busulfan, metotreksat
5. Pneumonia karena radiasi
6. Pneumonia dengan penyebab tak jelas. (Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, 2006)
Pada bayi dan anak-anak penyebab yang paling sering adalah:
1. virus sinsisial pernafasan
2. adenovirus
3. virus parainfluenza
4. virus influenza
Adapun cara mikroorganisme itu sampai ke paru-paru bisa melalui :
1. Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar
2. Aliran darah, dari infeksi di organ tubuh yang lain
3. Migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru.
D. FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor resiko terkena pneumonia, antara lain: Infeksi Saluran Nafas Atas (ISPA), usia lanjut, alkoholisme, rokok, kekurangan nutrisi, Umur dibawah 2 bulan, Jenis kelamin laki-laki , Gizi kurang, Berat badan lahir rendah, Tidak mendapat ASI memadai, Polusi udara, Kepadatan tempat tinggal, Imunisasi yang tidak memadai, Membedong bayi, efisiensi vitamin A dan penyakit kronik menahun.
Selain faktor-faktor resiko diatas, faktor-faktor di bawah ini juga mempengaruhi resiko dari pneumonia :
1. Individu yang mengidap HIV
2. Individu yang terpajan ke aerosol dari air yang lama tergenang
3. Individu yang mengalami aspirasi isi lambung
4. Karena muntah air akibat tenggelam
5. Bahan yang teraspirasi

E. PATOFISIOLOGI
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan dilawan oleh berbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk, atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar.

F. MANIFESTASI KLINIK/ TANDA DAN GEJALA
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celsius, sesak nafas, nyeri dada, dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna merah karat (untuk streptococcus pneumoniae), merah muda (untuk staphylococcus aureus), atau kehijauan dengan bau khas (untuk pseudomonas aeruginosa). Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala.
Tanda dan Gejala berupa :
1. Batuk nonproduktif
2. Ingus (nasal discharge)
3. Suara napas lemah
4. Retraksi intercosta
5. Penggunaan otot bantu nafas
6. Demam
7. Krekels
8. Cyanosis
9. Leukositosis
10. Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar
11. Batuk
12. Sakit kepala
13. Kekakuan dan nyeri otot
14. Sesak nafas
15. Menggigil
16. Berkeringat
17. Lelah.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan :
1. kulit yang lembab
2. mual dan muntah
3. kekakuan sendi.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi dari pneumonia adalah sebagai berikut :
1. Empisema
2. Gagal nafas
3. Perikarditis
4. Meningitis
5. Hipotensi
6. Delirium
7. Asidosis metabolik
8. Dehidrasi

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan pneumonia adalah sebagai berikut :
1. Pertahankan suhu tubuh dalam batas normal melalui pemberian kompres.
2. Latihan bentuk efektif dan fisiotheraphy paru.
3. Pemberian oksigenasi (oksigen 1-2 liter/menit).
4. Mempertahankan kebutuhan cairan (IVFD dektrose 10% : NaCl 0,9%).
5. Pemberian nutrisi, apabila ringan tidak perlu diberikan antibiotik tetapi apabila penyakit berat dapat dirawat inap, maka perlu pemberian antibiotik berdasarkan usia, keadaan umum, kemungkinan penyebab, seperti pemberian Ampisilin dan Kloramfenikol.
6. Penatalaksanaan medis dengan cara pemberian pengobatan

I. PENCEGAHAN
Menurut profesor Cissy, kunci pencegahan pneumonia yang penting menurut dia adalah pemberian air susu ibu (ASI) secara ekslusif, imunisasi, dan pemenuhan kebutuhan nutrisi anak, karena ASI mengandung nutrien, anti oksidan, hormon dan antibody yang dibutuhkan anak untuk tubuh, berkembang dan membangun sistem kekebalan tubuh.
Menurut Profesor Sri Rejeki, mencegah kematian anak akibat pneumonia melalui 2 cara yakni mencegah perkembangan infeksi dan komplikasi pneumonia dengan penyakit lain seperti campak dan pertusis, lebih lanjut ia menjelaskan kematian akibat pneumonia bisa dikurangi dengan menerapkan upaya pencegahan sekaligus pengobatan. Selain 2 cara diatas, beliau juga mengatakan cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi pneumokokus melalui pemberian vaksin pneumokokus konjugasi (PCV-7) kepada bayi. Pemberian ini pada bayi usia 4 bulan dari 6 bulan serrta diulang lagi pada usia 12-15 bulan agar melindungi anak dari infeksi pneumokokus.
Menurut laporan unicef lebih dari 1 juta jiwa anak akan bisa diselamatkan bila intervensi pencegahan dan penanganan pneumonia diterapkan secara universal. Sekitar 600 ribu nyawa anak setiap tahunnya juga bisa diselamatkan melalui penanganan antibiotik yang biayanya sekitar 600 juta dolar AS.
Dari berbagai pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pneumonia dapat dicegah dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Memberikan ASI ekslusif
2. Mencegah perkembangan infeksi
3. Mencegah komplikasi pneumonia dengan penyakit lain
4. Menggunakan penanganan antibiotik


DAFTAR PUSTAKA

1. Andriano G, Arguedas, Stutman HR, Marks MI. Bacterial pneumonias. Dalam : Kendig EL, Chernick V, penyunting. Kendigs Disorders of the Respiratory Tract in Children. Edisi ke-5. Philadelphia : WB Saunders, 1990 : 371-80.
2. Lichenstein R, Suggs AH, Campbell J. Pediatric pneumonia. Emerg Med Clin N Am 2003; 21 : 437-51.
3. Glezen WP. Viral pneumonia. Dalam : Kendig EL, Chernick V, penyunting. Kendigs Disorders of the Respiratory Tract in Children. Edisi ke-5. Philadelphia : WB Saunders, 1990 : 394-402.
4. Sectish TC, Prober CG. Pnemonia. Dalam : Behrman RE, Kleigman RM, Jenson HB, penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia : WB Saunders, 2003 : 1432-5.
5. Stokes DC. Respiratory infections in Immunocompromized Hosts. Dalam : Taussig LM, Landau LI, penyunting. Pediatric Respiratory Medicine. St. Louis: Mosby Inc, 1999 : 664-81.

Patofisiologi Asma

2.1. Definisi Asma Secara Umum
Secara umum pengertian Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan. Penyempitan ini bersifat sementara.
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitifitas cabang-cabang trakhea bronkhial terhadap berbagai jenis rangsangan.Keadaan ni bermanifestasi sebagai penyempitan seluruh nafas secara periodik dan reversibel akibat bronkhospasme. (Sylvia A,Price.1995).
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Asma dikarakteristikkan oleh konstriksi yang dapat pulih dan otot halus bronkhial hiposekresi mukosa dan inflamasi mukosa serta edema. (Doengoes: 2000).
Jadi dapat ditarik kesimpulan, asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.

2.2. Definisi Asma Bronkhial
Asma bronkhial merupakan salah satu Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yakni penyakit paru yang memiliki kumpulan gejala klinis (sindrom). PPOK terdiri dari :
 Asma bronkhial (asma/bengek)
 Bronkitis kronis (radang saluran nafas bagian bawah)
 Emfisema paru (penurunan daya elastisitas paru)
Asma bronkhial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan. (The American Thoracic Society).
Sedangkan berdasarkan ilmu kedokteran, penyakit asma bronkial adalah penyakit saluran pernapasan dengan ciri-ciri saluran pernapasan tersebut akan bersifat hipersensitif (kepekaan yang luar biasa) atau hiperaktif (bereaksi yang berlebihan) terhadap bermacam-macam rangsangan, yang ditandai dengan timbulnya penyempitan saluran pernapasan bagian bawah secara luas, yang dapat berubah derajat penyempitannya menjadi normal kembali secara spontan dengan atau tanpa pengobatan.
Kelainan dasar penyempitan saluran pernapasan yang berakibat timbulnya sesak napas adalah gabungan dari keadaan berikut:
o Kejang/berkerutnya otot polos dari saluran pernapasan
o Sembab/pembengkakan selaput lender
o Proses keradangan
o Pembentukan dan timbunan lendir yang berlebihan dalam rongga saluran pernapasan

2.3. Anatomi Fisiologi Pernafasan
Saluran pernafasan terdiri atas saluran pernafasan atas dan bawah.
Saluran pernafasan atas terdiri dari :
Rongga hidung
Udara disaring oleh buku-bukudan karena kontak dengan permukaan lendir yang dilalui maka udara menjadi hangat.
Faring (tekak)
Adalah pipa berotot letaknya dibelakang rongga hidung dan rongga mulut.
Laring
Terdiri atas tulang rawan tiroid, tulang rawan krikoid, diatas tulang rawan tiroid terdapat epiglotis yang membantu menutup laring pada waktu menelan.
Saluran pernafasan bawah dibentuk oleh :
Trakea (batang tenggorok)
Panjangnya kira-kira 9 cm, diameter kira-kira 2,5 cm. Tersusun atas 16-20 cincin tulang rawan. Trakea dilapisi selaput lendir yang terdiri atas jaringan epitelium bersilia. Silia berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk saluran pernafasan.
Saluran utama bronkus
Merupakan percabangan trakea bercabang menjadi bagian kanan dan kiri. Panjang kira-kra 5cm, diameter 11-13 mm. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea. Bronkus bercabang-cabang menjadi bronkeolus. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan. Bronkiolus berakhir pada kantung udara (alveolus).
Alveolus
Terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil terdiri atas selapis sel epitel pipih dan banyak bermuara kapiler darah yang memungkinkan terjadinya pertukaran gas.
Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksternal, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas oksigen masuk melalui trakea dan pada pipa bronkhial ke alveoli, dan dapat erat hubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonalis. Alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah merah dan dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh. Di dalam paru-paru, karbondioksida merupakan hasil buang metabolisme, menembus membran alveoli, dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui membran pipa bronkhial dan trakea, dikeluar melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner :
o Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.
o Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
o Distribusi arus udara dan arus darah.
o Difusi gas yang menembus membran pemisah alveoli dan kapiler, CO2 lebih mudah berdifusi dari pada O2. (Pearce, Ec, 2000).

2.4. Etiologi (Penyebab)
Ada dua faktor pencetus asma, antara lian :
• Pemicu (trigger) yang menyebabkan menyempitnya saluran pernafasan (bronkokonstriksi) dan tidak menyebabkan peradangan.
• Penyebab (inducer) yang menyebabkan peradangan atau inflammation pada saluran pernafasan.
Ada beberapa pemicu terjadinya asma yang termasuk dalam faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.
a. Faktor Predisposisi
• Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor Presipitasi
• Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
- Inhalan, yang masuk melalui saluran pernafasan.
Ex : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
- Ingestan, yang masuk melalui mulut.
Ex : makanan dan obat-obatan.
- Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Ex : perhiasan, logam dan jam tangan.
• Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti : musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
• Stress (gangguan emosi)
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
• Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini mambaik pada waktu libur atau cuti.
• Olahraga / aktivitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
o Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
o Pembengkakan membran bronkus.
o Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.

2.5. Klasifikasi Asma
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan diatas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Instrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
Berdasarkan tingkat keparahannya, asma dibedakan menjadi :
1. Asma Akut
Disebut asma akut apabila terjadinya bronkospasme sedemikian parah sehingga pasien sulit bernafas pada kondisi istirahat dan tingkat stress tertentu pada jantung. Asma akut ditandai dengan nafas yang cepat (>30 kali/menit), dan meningkatnya denyut nadi. Pasien dengan severe acute asthma, denyut nadinya akan meningkat >110 denyut/menit. Pasien dengan PER (peak expiratory flow rate <100L/menit akan kesulitan berbicara. Prinsip pengobatan asma akut adalah mengurangi inflamasi, meningkatkan brokodilatasi serta menghindari faktor-faktor pemicu asma. Sedangkan tujuan pengobatan yaitu mengembalikan fungsi saluran pernafasan (normal), dan mencegah serangan asma akut yang parah.
2. Asma Kronis
Penanganan asma tergantung pada frekuensi dan keparahan gejala asma yang muncul. Serangan asma yang jarang terjadi dapat ditangani dengan mengobati setiap serangan bila serangan asma tersebut muncul (hanya jika perlu), tetapi untuk serangan asma yang lebih sering maka terapi pencegahan perlu dilakukan. Rute pemberian obat yang lebih disukai adalah inhalasi, sebab inhalasi memungkinkan obat langsung mencapai organ sasaran dengan dosis yang lebih kecil, sehingga kemungkinan efek sampng lebih sedikit dan mempunyai mula kerja yang cepat dan lebih efektif mencegah bronkokonstriksi. Ada dua macam obat yang digunakan sebagai bronkodilator, penyekat β 2 selektif (salbutamol dan terbutaline) dan non selektif (adrenaline, isoprenaline, orciprenaline). Pemakaian bronkodilator non selektif saat ini dihindari karena obat-obat tersebut dapat menimbulkan toksisit; kardia, meskipun pemakaian bronkodilator yang penyekat β2 selektif juga dapat menyebabkan takikardi dan palpitasi tergantung pada dosis yang digunakan (fa/ frn).

2.6. Patofisiologi
Asma bronchial adalah obstruksi jalan nafas difusi reversible obstruksi disebabkan oleh hal-hal seperti : kontraksi otot yang mengelilingi bronki yang menyebabkan penyempitan jalan nafas, pembengkakan membran yang melapisi bronki dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara yang terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui tetapi ada yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronchial diatur oleh influs saraf vegal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alergi, ketika ujung saraf pada ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor-faktor seperti infeksi, latihan, daging, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolon yang dilepaskan meningkat menyebabkan berkonstruksi juga merangsang, pembentukan mediator kimiawi.
Selain itu, reseptor α dan β adrenerik dari sistem saraf simpatik terletak pada bronki ketika reseptor α adrenerik dirangsang, bronkokontriksi dan bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β adrenergik dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α dan α adrenergic dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP) stikulasi reseptor α mengakibatkan penurunan cAMP yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi stimulasi reseptor β mengakibatkan peningkatan cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi yang menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β adrenergik terjadi pada individu dengan asma akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator otot kolus. (Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, hal 611.)
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.








Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.

2.7. Mekanisme Terjadinya Asma
Baik orang normal maupun penderita asma, bernapas dengan udara yang kualitas dan komposisinya sama. Udara pada umumnya mengandung 3 juta partikel/mm kubik. Partikel-partikel itu dapat terdiri dari debu, kutu debu (tungau), bulu-bulu binatang, bakteri, jamur, virus, dll.
Oleh karena adanya rangsangan dari partikel-partikel tersebut secara terus menerus, maka timbul mekanisme rambut getar dari saluran napas yang bergetar hingga partikel tersebut terdorong keluar sampai ke arah kerongkongan yang seterusnya dikeluarkan dari dalam tubuh melalui reflek batuk.

Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif) terhadap adanya partikel udara ini, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan dimana:
o Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan berkontraksi/memendek/mengkerut
o Produksi kelenjar lendir yang berlebihan
o Bila ada infeksi, misal batuk pilek (biasanya selalu demikian) akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas.
Serangan asma bronkial ini dapat berlangsung dari beberapa jam sampai berhari-hari dengan gejala klinik yang bervariasi dari yang ringan (merasa berat di dada, batuk-batuk) dan masih dapat bekerja ringan yang akhirnya dapat hilang sendiri tanpa diobati.
Gejala yang berat dapat berupa napas sangat sesak, otot-otot daerah dada berkontraksi sehingga sela-sela iganya menjadi cekung, berkeringat banyak seperti orang yang bekerja keras, kesulitan berbicara karena tenaga hanya untuk berusaha bernapas, posisi duduk lebih melegakan napas daripada tidur meskipun dengan bantal yang tinggi, bila hal ini berlangsung lama maka akan timbul komplikasi yang serius.

Yang paling ditakutkan adalah bila proses pertukaran gas O2 dan CO2 pada alveolus terganggu suplainya untuk organ tubuh yang vital (tertutama otak) yang sangat sensitif untuk hal ini, akibatnya adalah: muka menjadi pucat, telapak tangan dan kaki menjadi dingin, bibir dan jari kuku kebiruan, gelisah dan kesadaran menurun.
Pada keadaan tersebut di atas merupakan tanda bahwa penderita sudah dalam keadaan bahaya/kritis dan harus secepatnya masuk rumah sakit/minta pertolongan dokter yang terdekat.


2.8. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinik)
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronkhial adalah :
 Batuk kering (tidak produktif) karena secret kental dan saluran jalan nafas sempit.
 Dispnea ditandai dengan pernafasan cuping hidung, retraksi dada.
 Pernafasan berbunyi (wheezing/mengi/bengek) terutama saat mengeluarkan nafas (exhalation).
 Rasa berat dan kejang pada dada sehingga napas jadi terengah-engah
 Biasanya disertai batuk dengan dahak yang kental dan lengket
 Tachypnea, orthopnea.
 Gelisah dan cemas.
 Diaphorosis.
 Nyeri di abdomen karena terlibat otot abdomen dalam pernafasan.
 Lelah.
 Fatigue.
 Tidak toleren terhadap aktivitas : makan, berjalan, bahkan berbicara.
 Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai pernafasan lambat.
 Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi.
 Kecemasan labil dan perubahan tingkat kesadaran.
 Sianosis sekunder.
 Duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
 Gerak-gerik retensi karbondioksida seperti : berkeringat, takikardi dan pelebaran tekanan nadi.
 Serangan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. (Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, hal 612).
Ada beberapa tingkatan penderita asma, yaitu :
1. Tingkat I
o Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
o Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II
o Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
o Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III
o Tanpa keluhan
o Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstrusi jalan nafas.
o Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV
o Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
o Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V
o Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refraktor sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
o Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : kontraksi otot-otot pernafasa, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih dan takikardi.

2.9. Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronkhial adalah :
Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera.
Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetus serangan asma.
Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik:
a. Memberikan penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pemberian cairan
d. Fisiotherapy
e. Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
a. Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
o Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
o Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
b. Kromolin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaiansatu bulan.
c. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.

2.10. Pengobatan Asma
Pada prinsipnya tata cara pengobatan asma dibagi atas :
a. Pengobatan asma jangka pendek
Pengobatan diberikan pada saat terjadi serangan asma yang hebat, dan terus diberikan sampai serangan merendah, biasanya memakai obat-obatan yang melebarkan saluran pernapasan yang menyempit. Tujuan pengobatannya untuk mengatasi penyempitan jalan napas, mengatasi sembab selaput lendir jalan napas, dan mengatasi produksi dahak yang berlebihan.
b. Pengobatan asma jangka panjang
Pengobatan diberikan setelah serangan asma merendah, karena tujuan pengobatan ini untuk pencegahan serangan asma. Pengobatan asma diberikan dalam jangka waktu yang lama, bisa berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, dan harus diberikan secara teratur. Penghentian pemakaian obat ditentukan oleh dokter yang merawat. Pengobatan ini lazimnya disebut sebagai immunoterapi, adalah suatu sistem pengobatan yang diterapkan pada penderita asma/pilek alergi dengan cara menyuntikkan bahan alergi terhadap penderita alergi yang dosisnya dinaikkan makin tinggi secara bertahap dan diharapkan dapat menghilangkan kepekaannya terhadap bahan tersebut (desentisasi) atau mengurangi kepekaannya (hiposentisisasi).
Ada beberapa macam terapi untuk menghindari asma, seperti :
a. Terapi herba
Penggunaan herba untuk menyembuhkan penyakit. Misalnya astragalus membranacious, glycyrrhza glabara dan tanacetum parthenium.
b. Terapi nutrisi
Pemilihan nutrisi atau zat makanan untuk membantu penyembuhan. Misalnya, vitamin C untuk menaikkan imunitas dan sebagai anti oksidan serta anti radang. Vitamin E sebagai antioksidan dan memperlambat degenerasi. Srta selenium untuk meningkatkan fagositik sel darah putih dan menghambat produksi prostaglandin.
c. Berenang
Udara kolam renang yang lembab dan basah baik untuk penderita asma.
d. Aromaterapi
Minyak atsiri untuk melegakan pernafasan, merelaksasi dan melebarkan saluran pernafasan.
e. Akupuntur
Merupakan terapi dengan menusukkan jarum ke titik-titik tubuh tertentu.
f. Akupresur
Menggunakan pemijatan benda tumpul dan keras atau dengan jari sebagai pengganti jarum. Prinsipnya sama dengan akupuntur.

2.11. Pencegahan
Serangan asma dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari. Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan meminum obat sebelum melakukan olah raga.

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, K. (1990) “Asma Bronchiale”, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : FK UI.
Crockett, A. (1997) “Penanganan Asma dalam Penyakit Primer”, Jakarta : Hipocrates.
http://id.wikipedia.org/wiki/Asma
http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-asma/
Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”, Jakarta : EGC.
Sundaru, H. (1995) “Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya”, Jakarta : FK UI.

Sistem Pernafasan

ANATOMI PERNAFASAN

I. PENGERTIAN
Pernafasan ( respirasi ) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung ( oksigen ) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.

II. PROSES PERNAFASAN
Didalam proses pernafasan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Inspirasi ( menarik nafas )
2. Ekspirasi ( menghembuskan nafas )

Dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara dan oksigen ditarik dari udara yang masuk ke dalam darah dan kiarbondiksida akan di keluarkan dari darah secara osmose. Kemudian karbondioksida akan dikeluarkan melalui traktus respiratorius ( jalan pernafasan ) dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian masuk ke serambi kiri jantung ( atrium ssinistra )  ke aorta  ke seluruh tubuh ( jaringan-jaringan dan sel-sel ) disini terjadi oksidasi ( pembakaran ) sebagai ampas ( sisanya ) dari pembakaran adalah karbondioksida dan zat ini dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi kanan )  ke bilik kanan dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan-jaringan paru-paru, dan akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli.

III. FUNGSI PERNAFASAN
1. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah ke seluruh tubuh ( sel-selnya ) untuk mengadakan pembakaran
2. Mengeluarkan karbondioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian di bawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang ( karena tidak berguna lagi oleh tubuh )
3. Menghangatkan dan melembabkan udara

Setelah udara dari luar diproses, didalam hidung masih memerlukan penalaran panjang menuju paru-paru ( sampai alveoli ). Pada laring terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak masuk ke trakea, sedangkan waktu bernafas epiglottis terbuka, dan begitu seterusnya.

IV. ORGAN-ORGAN PERNAFASAN
1. Hidung ( Nasal )
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Septum nasi memisahkan kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran mukosa. Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os. Sphenoidale.
Tulang lengkung yang halus dan melekat pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah : conchae superior, media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membrane mukosa.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus sedangkan atap cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius.
Sinus paranasalis adalah ruang dalam tengkorak yang berhubungan melalui lubang kedalam cavum nasi, sinus ini dilapisi oleh membran mukosa yang bersambungan dengan cavum nasi. Lubang yang membuka kedalam cavum nasi sebagai berikut :
1. Lubang hidung
2. Sinus Sphenoidalis, diatas concha superior
3. Sinus ethmoidalis, oleh beberapa lubang diantara concha superior dan media dan diantara concha media dan inferior
4. Sinus frontalis, diantara concha media dan superior
5. Ductus nasolacrimalis, dibawah concha inferior.
Pada bagian belakang, cavum nasi membuka kedalam nasofaring melalui appertura nasalis posterior.

Fungsi hidung :
• Sebagai saluran pernafasan
• Sebagai penyaring udara pernafasan
• Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa
• Membunuh kuman-kuman yang masuk

2. Faring ( Tekak )
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
Rongga tekak di bagi dalam 3 bagian :
• Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana yang disebut nasofaring
• Bagian tenggah yang sama tinginya dengan istmus fausium disebut orofaring
• Bagian bawah sekali dinamakan laringofaring

3. Pangkal tenggorok ( Laring )
Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikslis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya.
Laring terdiri dari 5 tulang rawan antara lain.
• Kartilago Tiroid
• 2 Kartilago Ariteanoid
• Kartilago Krikoid
• Kartilago Epiglotis


4. Batang tenggorok ( trakea )
Merupakan lanjutan dari laring yang di bentuk oleh 16 s/d 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk kuku kuda ( huruf C ). Sebelah dalam diliputi oleh selaput lender yang berbulu getar yang disebut sel bersilia yang hanya bergerak keluar.

5. Cabang tenggorok ( bronkus )
Merupakan lanjutan dari 2 buah belahan trakea, yang mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapis oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.



6. Paru-paru
Merupakan bagian tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung ( gelembung hawa = alveoli ). Gelembung-gelembung alveoli ini terdiri dari sel epiel dan endotel.
Paru-paru di bagi 2 yaitu :
• Paru-paru kanan terdiri dari Lobus pulmo dekstra superior, Lobus medial dan Inferrior. Tiap lobus tersususun oleh lobulus.
• Paru-paru kiri terdiri dari pulmo sinester lobus superior dan lobus inferior.

Letak paru-paru
Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2, yaitu :
• Pleura viseral ( selaput dada pembungkus ) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru.
• Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.


V. MACAM-MACAM CARA PERNAFASAN
1. Pernafasan dada
Pada waktu seseorang bernafas rangka dada terbesar bergerak.
2. Pernafasan perut
Pada waktu bernafas diafragma turun naik.






FISIOLOGI PERNAFASAN

I. PERNAFASAN PARU-PARU
Pernafasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-paru. Pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh.
Di dalam paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan yang menembus membran alveoli. Dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung. 4 proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmonar :
1. Ventilasi pulmonar, gerakan pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.
2. Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat yang bisa dicapai untuk semua bagian.
4. Difusi gas yang menembus membrane alveoli dan kapiler karbondioksida lebih mudah berdifusi daripada oksigen.

Tekanan dalam sistem paru
a. Tekanan nadi di ventrikel kanan
b. Tekanan di arteri paru
c. Tekanan kapiler paru
d. Tekanan atrium kiri dan vena paru

Volume darah di paru-paru
Volume darah di paru-paru kira-kira 450 ml, sekitar 9% dari volume darah total sistem sirkulasi ( 70 ml ) berada pada kapiler, sedangkan sisanya dibagi sama rata antara arteri dan vena.

II. PERNAFASAN JARINGAN
Dalam darah merah banyak mengandung oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan dan akhirnya mencapai kapiler, darah mengeluarkan oksigen ke dalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi pernafasan eksterna.

III. DAYA MUAT PARU-PARU
Besar dari daya muat udara dalam paru-paru adalah 4500 ml – 5000 ml (4,5-5 lt). Udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10% dan disebut dengan udara pasang surut ( tidal air ) yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan pada pernafasan biasa.

IV. PENGENDALIAN PERNAFASAN
Mekanisme pernafasan diatur dan dikendalikan oleh 2 faktor utama, yaitu :
1. Pengendalian oleh syaraf
Pusat otomatik dalam medula oblongata mengalirkan impuls eferen ke otot pernafasan, melalui radiks saraf servikalis diantarkan ke diafragma oleh syaraf frenikus.
2. Pengendalian secara kimia
Meliputi frekuensi kecepatan dan dalamnya gerakan pernafasan.

V. KECEPATAN PERNAFASAN
Pada wanita lebih tnggi dari pada pria, pernafasan secara normal maka ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat, pada bayi ada kalanya terbalik, inspirasi-istirahat-ekspirasi, disebut pernafasan terbalik.

VI. KEBUTUHAN TUBUH TERHADAP OKSIGEN
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat membutuhkan oksigen dalam hidupnya, jika tidak mendapatkan oksigen selam 4 menit maka mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian. Jika penyediaan oksigen berkurang akan menimbulkan pikiran kacau dan anoksia serebralis. Bila oksigen tdak mencukupi maka warna darah merahnya hilang dan berganti kebiru-biruan.

VII. DINAMIKA PERNAFASAN
Tekanan udara melalui saluran pernafasan menekan paru-paru kearah dinding toraks. Tekanan dalam ruang pleura mencegah paru-paru menyusut dari dinding toraks dan memaksa paru-paru untuk mengikuti pergerakan pernafasan dinding toraks dan diafragma. Tekanan ini meningkat pada waktu inspirasi dan gerakan pernafasan ini dihasilkan oleh otot pernafasan ( gelang bahu ).

PENYAKIT JANTUNG KONGENITAL

2.1. Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan dinamakan juga cacat jantung kongenital (CJK), karena pada jantung pasien terdapat kelainan anatomis, sebagai akibat terganggunya perkembangan jantung sementara sewaktu masih dalam kandungan ibunya.
Berkembangnya jantung janin mulai pada kandungan dua minggu dan berakhir sebelum kandungan tersebut berumur tiga bulan.pada akhir perkembangan tu, jantung janin sudah seperti jantung orang dewasa, kecuali adanya foramen ovale dan duktus srterious yang masih dapat dilalui darah.

2.2. Penyakit Jantung Kongenital
Merupakan suatu penyakit jantung bawaan atau suatu penyakit jantung yang dibawa oleh seorang bayi yang berlaku sejak dalam kandungan seperti jantung berlubang dan kecacatan pada jantung.
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan sebagai kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan kermajuan tehnologi kedokteran,kadang- kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui selama kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain. Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar 15% sedangkan bila ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukan kelainan kongenital besar sebesar 90%.
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain :
o Kelainan Genetik dan Khromosom.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya.
o Faktor mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ cersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot).

o Faktor infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
o Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.
o Faktor umur ibu
Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause.
o Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
o Faktor radiasi
Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.
o Faktor gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian &elainan kongenital.
o Faktor-faktor lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.
Berhubung dengan berfungsinya jantung yang cacat serta kelainan anatomis yang telah terjadi, maka CJK dapat dibedakan menjadi 3 golongan :
Cacat Jantung Kongenital Sianotik
Kebanyakan CJK (Cacat jantung kongenital) sianotik meninggal dunia dalam usia kanak-kanak. CJK sianotik yang kadang-kadang nampak pada remaja atau orang dewasa, biasanya Tetralogi Fallot, Kompleks Eisenmenger atau pulmonal stenose dengan Atrial Septal Defect.
Tetralogi Fallot
Nama Tetralogi berdasarkan adanya empat kelainan kongenital, yakni stenose katup pulmonal, pada valvulus sendiri atau pada infundibulum biasanya disertai post-stenotik dilatasi Arteri Pulmonalis, dengan hipertrofi ventrikel kanan. Selain dari dua kelainan tersebut ada juga lubang dalam septum membranaseum antara ventrikel kanan dan kiri dengan aorta berawal di atas lubang tersebut sehingga pada waktu sistole ventrikel, aorta diisi baik dari ventrikel kiri maupun dari ventrikel kanan, suatu ” Overriding aorta ”.
Komplex Eisenmenger
Kelainan kongenital pada komplex ini hampir serupa dengan Fallot, hanya di sini tidak ada pulmonal stenose melainkan justru ada dilatasi pada Arteri Pulmonalis serta cabang-cabangnya. Selanjutnya ada juga hipertrofi ventrikel kanan, hipertensi pulmonal, ventrikel septum defec dengan ” overriding ” aorta. Sianose baru nampak setelah bayi menjadi anak kecil, karena berkat tidak adanya pulmonal stenose oksigenasi darah cukup baik, sehingga walaupun aorta menerima juga darah langsung dari ventrikel kanan, namun reduced Hb yang tercampur pada darah peredaran sistemik, mula-mula belum banyak.


Pulmonal Stenose dengan Atrium Septum Defekt
Atrium septum defect yang terdapat pada CJK ini dapat berupa Persistent Foramen sekundum, atau karena terdesaknya Foramen ovale sampai terbuka, setelah tekanan dalam atrium kanan menjadi lebih tinggi dari tekanan dalam atrium kiri. Karena itu pada CJK ini, sianose baru nampak setelah tekanan dalam atrium kanan melebihi tekanan dalam atrium kiri.
Penyakit Jantung Bawaan yang Potensial Sianotik
CJK yang termasuk golongan potensial sianotik ini adalah :
Atrial Septal Defect ( ASD )
Dalam keadaan ini, ostium sekundum tidak tertutup atau Foramen ovale tetap terbuka atau telah terdesak sampai terbuka oleh tekanan dalam atrium kanan yang melebihi tekanan atrium kiri. Dapat terjadi pula ASD karena Ostium primum tidak tertutup.
Ventrikular Septal Defect
Biasanya berupa lubang pada septum membranaseum. Jikalau lubangnya kecil tidak menyebabkan keluhan, walaupun murmurnya dapat terdengar keras.
Patent Duktus Arteriosus ( PDA )
Duktus arteriosus yang menghubungkan Arteri Pulmonalis dan Aortatetap terbuka dan dilalui darah dari Aorta ke Arteri Pulmonalis pada waktu sistole maupun diastole. Jikalau tekanan dalam sirkulasi paru-paru telah meningkat sampai kira-kira sama denngan tekanan sistemik, murmur karena mengalirnya darah melalui duktus kurang terdengar karena shuntnya berkurang. Jikalau tekanan pulmonal telah melebihi tekanan sistemik, terjadi reversed shunt dengan sianose, hanya nampak pada ujung-ujung jari kaki atau bagian tubuh yang mendapat darah melalui aorta desendens.
Kelainan Jantung Kongenital Tanpa Sianose
Pada PJB kelompok ini tidak ada shunt, sehingga tidak ada kemungkinan untuk menjadi sianose, namun ada satu perkecualian, yakni pada Koarktasio aortae tipe infantil.
Koarktasio Aortae
Merupakan kelainan di sekitar tempat bersambungnya Duktus arteriosus pada Aorta desendens dan Arkus aortae, yang mengakibatkan terjadinya penyempitan aorta disekitar tempat tersebut.
Isolated Pulmonic Stenosis, Pulmonal stenose tanpa shunt
Stenose dapat terjadi pada katup sendiri atau pada infundibulum yang perlu dan dapat dibeda-bedakan dengan melakukan kateterisasi jantung, jikalau pasien akan dioperasi.
Aortik dan Subaortik Stenosis
Kongenital Mitral Stenose
PJB ini biasanya hanya terdapat pada bayi yang berumur pendek karena mitral stenosenya disertai beberapa cacat kongenital lain akibat langsung daripada terganggunya perkembangan jantung janin.
Dextrokardi
Dapat merupakan jantung yang berfungsi normal namun terletak dalam hemitoraks kanan dan merupakan santiran, atau pantulan kaca dari jantung biasa. Artinya yang berfungsi sebagai pompa peredaran sistemik terletak disebelah kanan dan yang berfungsi sebagai pengedar darah pulmonal disebelah kiri. Dextrokardi ini biasanya disertai dengan situs viscerum inversus.

Diagnosa
Pemeriksaan untuk menemukan adanya kelainan kongenital dapat dilakukan pada pemeriksaan janin intrauterine, dapat pula ditemukan pada saat bayi sudah lahir. Pemeriksaan pada saat bayi dalam kandungan berdasarkan atas indikasi oleh karena ibu mempunyai faktor resiko, misalnya: riwayat pernah melahirkan bayi dengan kelainan kongenital, riwayat adanya kelainan-kongenital dalam keluarga, umur ibu hamil yang mendekati menopause.
Pencarian dilakukan pada saat umur kehamilan 16 minggu. Dengan bantuan alat ultrasonografi dapat dilakukan tindakan amniosentesis untuk mengambil contoh cairan amnion Beberapa kelainan kongenital yang dapat didiagnose dengan cara ini misalnya: kelainan kromosome, phenylketonuria, galaktosemia, defek tuba neralis terbuka seperti anensefali serta meningocele.
Penanganan
Kelainan kongenital berat dapat berupa kelainan kongenital yang memerlukan tindakan bedah, kelainan kongenital bersifat medik, dan kelainan kongenital yang memerlukan koreksi kosmetik.
Setiap ditemukannya kelainan kongenital pada bayi baru lahir, hal ini harus dibicarakan dengan orang tuanya tentang jenis kemungkinan faktor penyebab, langkah-langkah penanganan dan prognosisnya.

2.3. Penyakit Jantung Bukan Kongenital
Merupakan suatu penyakit jantung yang terjadi akibat jangkitan atau cara hidup yang tidak sehat seperti penyakit jantung koronari ataupun serangan jantung.
Serangan Jantung
Seseorang itu dikatakan mendapat serangan jantung apabila otot jantungnya tidak mendapat bekalan darah yang mencukupi disebabkan pembuluh darah menjadi sempit atau bekalan darah terhenti sama sekali.
Ini terjadi apabila berlakunya pengumpulan lemak yang melekat pada dinding saluran darah yang lama kelamaan menyempit atau menyekat pengaliran darah ke jantung. Jika pembuluh darah tersumbat sepenuhnya, ini boleh menyebabkan serangan jantung.
Faktor-faktor risiko serangan jantung
o Kurang senaman/tidak aktif
o Merokok
o Pemakanan yang tidak sehat
o Kegemukan
o Diabetes
o Tekanan darah tinggi
o Tekanan perasaan (stress)

Pencegahan serangan jantung
o Bersenam sekurang-kurangnya 3 kali seminggu, 20-30 menit setiap kali
o Makan secara sehat
o Kekalkan berat badan unggul
o Berhenti merokok
o Belajar menangani tekanan perasaan
o Periksa tekanan darah
o Periksa paras glukosa darah
o Awasi paras kolesterol
o Lakukan pemeriksaan kesihatan secara berkala

Tanda-tanda Serangan Jantung
o Sesak nafas
o Sakit dada yang menekan-nekan bermula di bahagian tengah atau kiri dada dan biasanya merebak ke lengan kiri dan leher
o Sakit mencengkam sehingga boleh menyebabkan pitam atau pingsan
o Berpeluh dingin
o Berasa sejuk walaupun suhu persekitaran panas
o Pening kepala dan berasa loyo

Pendidikan Seks

2.1. Pengertian Pendidikan Seks (Sex Education)
Pendidikan seks dapat diartikan sebagai penerangan tentang anatomi fisiologi seks manusia, bahaya penyakit kelamin dan sebagainya. Pendidikan seks bisa juga diartikan sebagai sex play yang hanya perlu diberikan kepada orang dewasa. Pendidikan seks bukan hanya mengenai penerangan seks dalam arti heterosexual dan bukan semata-mata menyangkut masalah biologis atau fisiologis, melainkan juga meliputi psikologis, sosio-kultural, agama, dan kesehatan. Dalam pendidikan sek dapat dibedakan antara :
1. Sex intruction, yaitu penerangan mengenai anatomi, mengenai biologi dari reproduksi, pembinaan keluarga dan metode kontrasepsi.
2. Education in sexuality, meliputi bidang-bidang etika, moral, fisikologi, ekonomi, dan pengetahuan lainnya. Sex instruction tanpa education in sexuality dapat menyebabkan promiscuity (pergaulan dengan siapa saja) serta hubungan-hubungan seks yang menyimpang.
Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja (1994), secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.
Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Menurut Singgih, D. Gunarsa, penyampaian materi pendidikan seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan umur anak serta daya tangkap anak ( dalam Psikologi praktis, anak, remaja dan keluarga, 1991). Dalam hal ini pendidikan seksual idealnya diberikan pertama kali oleh orangtua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orangtuanya sendiri. Tetapi sayangnya di Indonesia tidak semua orangtua mau terbuka terhadap anak di dalam membicarakan permasalahan seksual. Selain itu tingkat sosial ekonomi maupun tingkat pendidikan yang heterogen di Indonesia menyebabkan ada orang tua yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Dalam hal ini maka sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar. Pendidikan seks jangan diartikan sebagai mengajarkan bagaimana cara berhubungan seks, kata Dr. Raditya, akan tetapi pemberian materi kesehatan reproduksi secara keseluruhan. Jenis dan kedalaman materinya disesuaikan dengan usia Materi yang diberikan dimulai dengan dijelaskan tentang anatomi dan fungsi alat reproduksi, perkembangan fisik dan mental remaja, definisi seks dan seksualitas, kesehatan seksual hubungan seks, kehamilan dan pencegahan kehamilan (alat kontrasepsi).
Menurut dokter yang juga aktif di RS Pantai Indah Kapuk, Klinik Wira Medika dari Klinik Keluarga Berencana ini, pemberian materi pendidikan seks tersebut juga disertai dengan pendidikan dan penghayatan agama yang kuat. Di Amerika, materi pendidikan seks diberikan oleh orang tua secara langsung. Dengan iklim yang sangat terbuka, mereka mendiskusikan materi pendidikan seks dengan sang anak. Cara ini dinilai lebih baik ketimbang anak mencari pengetahuan seks sendiri melalui media internet atau majalah. Penyampaian materi pendidikan seks, sebaiknya diberikan oleh pendidik teman sebaya atau disebut dengan peer educator. Bentuk praktis pendidikan seks, menurut Arief Rahman, meliputi pemberian nama-nama yang berbeda untuk laki-laki dan untuk perempuan. Secara kultural dan agama, ada nama untuk laki-laki dan untuk perempuan. Pemberian baju laki-laki dan perempuan yang dibedakan juga merupakan pendidikan seks. Ketajaman seksualitas , seorang anak dimulai dari bajunya. Bahkan warna bajunya. Misalnya warna pink selalu untuk perempuan, dan warna biru untuk laki-laki. Contoh lain misalnya bahan pakaian. Menjelang akil balig, Yang disebut jati diri seksual makin tampak sebab secara biologis akan terjadi perubahan-perubahan fisik. Pada tahap ini jangan sampai anak laki-laki dan anak perempuan dianggap sama di dalam segala hal. Aksesoris baju pada usia akil balig juga bertambah. Pada anak perempuan, misalnya mulai mengenakan bra juga mulai mengenal pembalut. Pendidikan seks merupakan upaya yang menyeluruh, Keluarga, pendidikan formal dan masyarakat secara bersama-sama melakukan upaya pendidikan seks yang saling mengisi satu sama lain. Khususnya di dalam pendidikan formal, seperti di sekolah-sekolah umum, materi pendidikan seks diberikan pada semua mata pelajaran. Jadi, kata Arief Rahman, tidak harus di dalam bentuk mata ajaran khusus. Mata pelajaran biologi menceritakan tentang alat-alat reproduksi. Pelajaran pendidikan jasmani akan menekankan perbedaan pertandingan olah raga untuk laki-laki dan perempuan. Jika laki-laki harus bermain volley ball 5 set, maka perempuan hanya 3 set. Di dalam bahasa Indonesia, diberikan cerita-cerita tentang perbedaan peran laki-laki dan perempuan. Tentu saja tidak mudah untuk mendapatkan pendidikan seks yang integral dan bermutu. Banyak tantangannya yang paling berat adalah kebocoran-kebocoran sistem nilai dari luar (Barat). Hal tersebut menyebabkan anak remaja mencontoh gaya hidup Barat yang cenderung memuaskan diri. Waria dan homoseks diklaim sebagai hak asasi, menurut pendidik yang humoris ini, kalau nilai-nilai Barat seperti itu dikembangkan di negara kita, akan hancurlah remaja Indonesia.

2.2. Pendidikan Seks Pada Anak
Dalam pendidikan seks pada anak-anak, Pendidikan seks lebih diarahkan sebagai pendidikan mengenai anatomi organ tubuh, reproduksi seksual, sanggama serta aspek lain dari perilaku seksual. Memberikan pendidikan kepada buah hati, terutama yang masih duduk di Sekolah Dasar (SD) harus dilakukan dengan bahasa konkrit (bukan abstrak) dan operasional.
Sebelum mencapai usia pubertas, hal-hal yang perlu diketahui anak adalah:
1. Nama dan fungsi organ reproduksi,
2. Perubahan yang akan dialami saat memasuki masa puber (ditandai mimpi basah pada laki-laki dan haid pada anak perempuan),
3. Masalah menstruasi (jelaskan sesuai dengan batas kemampuan anak menerimanya),
4. Hubungan seksual dan kehamilan (imbangi pendidikan seks dengan moral dan agama yang kuat),
5. Bagaimana mencegah kehamilan (Berikan gambaran mengenai dampaknya, jangan lupa memasukkan unsur moral dan agama),
6. Masturbasi (hal yang normal, namun berikan batasan-batasan pada si anak),
7. Penyakit yang mungkin ditularkan melalui hubungan seksual,
8. Harapan dan nilai-nilai orang tua (mengenai pergaulan, yang boleh dan tidak boleh).

2.3. Pendidikan Seks Pada Remaja
Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut.
Adapun faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja, menurut Sarlito W. Sarwono (Psikologi Remaja,1994) adalah sebagai berikut :
1. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu,
2. Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain),
3. Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut,
4. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media masa yang dengan teknologi yang canggih (cth: VCD, buku stensilan, Photo, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya,
5. Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.

2.4. Tujuan Pendidikan Seks
Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Menurut Kartono Mohamad pendidikan seksual yang baik mempunyai tujuan membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggungjawab (dalam Diskusi Panel Islam Dan Pendidikan Seks Bagi Remaja, 1991). Selain itu pendidikan seksual juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan (Tirto Husodo, Seksualitet dalam mengenal dunia remaja, 1987). Penjabaran tujuan pendidikan seks dengan lebih lengkap sebagai berikut :
1. Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja.
2. Memberikan pengertian tentang perbedaan antara pria dan wanita.
3. Memberikan pengertian tentang peranan seks dalam kehidupan manusia.
4. Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi
5. Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.
6. Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual.
7. Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya.
8. Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan.
9. Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat.
10. Mengembangkan pengertian diri sendiri dengan fungsi dan kebutuhan seks. Jadi pendidikan seks dalam arti sempit (in context) adalah pendidikan mengenai seksualitas manusia.
11. Membantu siswa dalam memngembangkan kepribadian, sehingga mampu mengambil keputusan yang bertanggung jawab.
Jadi tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor. Tetapi sebagai bawaan manusia, yang merupakan anugrah Tuhan dan berfungsi penting untuk kelanggengan kehidupan manusia, dan supaya anak-anak itu bisa belajar menghargai kemampuan seksualnya dan hanya menyalurkan dorongan tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu saja.

2.5. Bahaya Seks Bebas
Pergaulan bebas dalam penelitian ini ialah kecenderungan menghabiskan waktu di diskotik/ bar/karaoke, kecenderungan bergaul dengan WTS, berkawan dengan pecandu narkoba, dan kecenderunbergaul dengan teman yang suka melacur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku yang paling banyak dilakukan responden ialah berkawan dengan pecandu narkoba (min 1,3686), perilaku lainnya cenderungan tidak pernah dilakukan responden (min antara 1,0157 – 1,0941).
Menurut Dr. Raditya, ada dua dampak yang ditimbulkan dari perilaku seks di kalangan remaja yaitu kehamilan dan penyakit menular seksual. Di Amerika. setiap tahunnya hampir satu juta remaja Perempuan menjadi hamil dan sebanyak 3,7 juta kasus baru infeksi penyakit kelamin diderita oleh remaja. Untuk menghindari perilaku seks remaja yang berisiko, peran orang tua dalam masa tumbuh kembang remaja sangatlah penting, antara lain bahwa orang tua harus bisa menjadi sahabat remaja. Agar hubungan orang tua dengan remaja terjalin dengan baik dan dapat menyelesaikan masalah remaja dengan baik dan tuntas, diperlukan komunikasi yang baik dan efektif. Kehamilan remaja bahkan sudah terbukti dapat memberikan risiko terhadap ibu dan janinnya. Risiko tersebut adalah disproporsi (ketiduksesuaian ukuran) janin, pendarahan, prematurilas, cacat bawaan janin, dan lain-lain. Selain hamil, timbulnya penyakit menular seksual pada remaja juga perlu dicermati. Penyakit tersebut ditularkan oleh perilaku seks yang tidak aman atau tidak sehat. Misalnya, remaja yang sering berganti-ganti pasangan atau berhubungan dengan pasangan yang menderita penyakit kelamin. Selain akan membawa cacat kepada bayi, Penyakit menular seks yang menyerang usia remaja juga dapat mengakibatkan penyakit kronis dan gangguan kesuburan di masa mendatang.
Perilaku seks bebas tidak aman di kalangan remaja dapat dan banyak menimbulkan dampak negatif , baik pada remaja putra maupun putri. Biasanya dampak negatif atau akibat buruk dari perilaku seks bebas tidak aman tersebut lebih berat dirasakan oleh remaja putri ketimbang remaja putra.Seringkali remaja berperilaku seks berisiko karena tidak punya cukup pengetahuan mengenai akibatnya. Berikut beberapa bahaya utama akibat seks pranikah dan seks bebas :
1. Menciptakan kenangan buruk
2. Mengakibatkan kehamilan
3. Menggugurkan kandungan (aborsi) dan pembunuhan bayi
4. Penyebaran penyakit
5. Timbul ketagihan
6. Kehamilan terjadi jika terjadi pertemuan sel telur pihak wanita dan spermatozoa pihak pria
Dan hal itu biasanya didahului oleh hubungan seks. Kehamilan pada remaja sering disebabkan ketidaktahuan dan tidak sadarnya remaja terhadap proses kehamilan. Bahaya kehamilan pada remaja :
1. Hancurnya masa depan remaja tersebut.
2. Remaja wanita yang terlanjur hamil akan mengalami kesulitan selama kehamilan karena jiwa dan fisiknya belum siap.
3. Pasangan pengantin remaja, sebagian besar diakhiri oleh perceraian (umumnya karena terpaksa kawin karena nafsu, bukan karena cinta).
4. Pasangan pengantin remaja sering menjadi cemoohan lingkungan sekitarnya.
5. Remaja wanita yang berusaha menggugurkan kandungan pada tenaga non medis (dukun, tenaga tradisional) sering mengalami kematian strategis.
6. Pengguguran kandungan oleh tenaga medis dilarang oleh undang-undang, kecuali indikasi medis (misalnya si ibu sakit jantung berat, sehingga kalau ia meneruskan kehamilan dapat timbul kematian). Baik yang meminta, pelakunya maupun yang mengantar dapat dihukum.
7. Bayi yang dilahirkan dari perkawinan remaja, sering mengalami gangguan kejiwaan saat ia dewasa.

2.6. Menghindari Seks Bebas
Para ahli berpendapat bahwa pendidik yang terbaik adalah orang tua dari anak itu sendiri. Pendidikan yang diberikan termasuk dalam pendidikan seksual. Dalam membicarakan masalah seksual adalah yang sifatnya sangat pribadi dan membutuhkan suasana yang akrab, terbuka dari hati ke hati antara orang tua dan anak. Hal ini akan lebih mudah diciptakan antara ibu dengan anak perempuannya atau bapak dengan anak laki-lakinya, sekalipun tidak ditutup kemungkinan dapat terwujud bila dilakukan antara ibu dengan anak laki-lakinya atau bapak dengan anak perempuannya. Kemudian usahakan jangan sampai muncul keluhan seperti tidak tahu harus mulai dari mana, kekakuan, kebingungan dan kehabisan bahan pembicaraan. Dalam memberikan pendidikan seks pada anak jangan ditunggu sampai anak bertanya mengenai seks. Sebaiknya pendidikan seks diberikan dengan terencana, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak. Sebaiknya pada saat anak menjelang remaja dimana proses kematangan baik fisik, maupun mentalnya mulai timbul dan berkembang kearah kedewasaan.
Beberapa hal penting dalam memberikan pendidikan seksual, seperti yang diuraikan oleh Singgih D. Gunarsa (1995) berikut ini, mungkin patut anda perhatikan :
1. Cara menyampaikannya harus wajar dan sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau malu.
2. Isi uraian yang disampaikan harus obyektif, namun jangan menerangkan yang tidak-tidak, seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi, boleh mempergunakan contoh atau simbol seperti misalnya : proses pembuahan pada tumbuh-tumbuhan, sejauh diperhatikan bahwa uraiannya tetap rasional.
3. Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak. Terhadap anak umur 9 atau 10 tahun t belum perlu menerangkan secara lengkap mengenai perilaku atau tindakan dalam hubungan kelamin, karena perkembangan dari seluruh aspek kepribadiannya memang belum mencapai tahap kematangan untuk dapat menyerap uraian yang mendalam mengenai masalah tersebut.
4. Pendidikan seksual harus diberikan secara pribadi, karena luas sempitnya pengetahuan dengan cepat lambatnya tahap-tahap perkembangan tidak sama buat setiap anak. Dengan pendekatan pribadi maka cara dan isi uraian dapat disesuaikan dengan keadaan khusus anak.
5. Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usahakan melaksanakan pendidikan seksual perlu diulang-ulang (repetitif) selain itu juga perlu untuk mengetahui seberapa jauh sesuatu pengertian baru dapat diserap oleh anak, juga perlu untuk mengingatkan.

Pencegahan Menurut Agama
Iman, merupakan rem paling pakem dalam berpacaran. Justru penilaian kepribadian pasangan dapat dinilai saat berpacaran. Mereka yang menuntut hal-hal yang melanggar norma-norma yang dianut, tentunya tidak dapat diharapkan menjadi pasangan yang baik. Seandainya iapun menjadi suami atau istri kelak tentunya keinginan untuk melanggar norma-norma pun selalu ada. Untuk itu, "Say Good Bye" sajalah...! Masih banyak kok pria dan wanita yang mempunyai iman dan moral yang baik yang kelak dapat membantu keluarga bahagia.
Pengetahuan agama remaja dalam penelitian dibatasi pada pengetahuan agama yang berhubungan dengan pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba dan hubungan seks di luar nikah. . Pencegahan menurut agama antara lain :
a. Memisahkan tempat tidur anak.
b. Meminta izin ketika memasuki kamar tidur orang tua.
c. Mengajarkan adab memandang lawan jenis.
d. Larangan menyebarkan rahasia suami-istri.

Pencegahan Seks Bebas dalam Keluarga
Faktor keluarga sangat menentukan dalam masalah pendidikan seks sehingga prilaku seks bebas dapat dihindari. Waktu pemberian materi pendidikan seks dimulai pada saat anak sadar mulai seks. Bahkan bilaseorang bayi mulai dapat diberikan pendidikan seks, agar ia mulai dapat memberikan mana cirri-laki-laki dan mana ciri perempuan. Bisa juga diberikan saat anak mulai bertanya-tanya pada orang tuanya tentang bagaimana bayi lahir. Peran orang tua sangat penting untuk memberikan pendidikan seks pada usia dini. Menurut Afief Rahman, pendidikan seks sebaiknya dimulai dari kandungan. Pembacaan ayat-ayat suci dari Kitab Suci sangat penting. Hal ini ditujukan agar anak yang dikandung mendapatkan keberkahan dari Sang pencipta seperti diketahui, identitas seks manusia sudah dimulai sejak di dalam kandungan, sehingga memang sepantasnya pendidikan seks dimulai pada fase tersebut. Pencegahan seks bebas dalam keluarga antara lain :
a. Keluarga harus mengertitentang permasalahan seks, sebelum menjelaskan kepada anak-anak mereka.
b. Seorang ayah mengarahkan anak laki-laki, dan seorang ibu mengarahkan anak perempuan dalam menjelaskan masalah seks.
c. Jangan menjelaskan masalah seks kepada anak laki-laki dan perempuan di ruang yang sama.
d. Hindari hal-hal yang berbau porno saat menjelaskan masalah seks, gunakan kata-kata yang sopan.
e. Meyakinkan kepada anak-anak bahnwa teman-teman merekaadalah teman yang baik.
f. Memberikan perhatian kemampuan anak di bidang olahraga dan menyibukkan mereka dengan berbagai aktivitas.
g. Tanamkan etika memelihara diri dari perbuatan-perbuatan maksiat karena itu merupakan sesuata yang paling berharga.
h. Membangun sikap saling percaya antara orang tua dan anak
Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria.
Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja memang perlu. Peran orang tualah yang dituntut lebih dominan untuk memperkenalkan sesuai dengan usia dan perkembangan si anak hingga beranjak dewasa.Memberikan pengetahuan pada remaja tentang resiko seks bebas, baik secara psikologis maupun emosional, serta sosial, juga akan dapat membantu agar terhindar dari pelanggaran norma yang berlaku.