Selasa, 14 Juni 2011

Patofisiologi Asma

2.1. Definisi Asma Secara Umum
Secara umum pengertian Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan. Penyempitan ini bersifat sementara.
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitifitas cabang-cabang trakhea bronkhial terhadap berbagai jenis rangsangan.Keadaan ni bermanifestasi sebagai penyempitan seluruh nafas secara periodik dan reversibel akibat bronkhospasme. (Sylvia A,Price.1995).
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Asma dikarakteristikkan oleh konstriksi yang dapat pulih dan otot halus bronkhial hiposekresi mukosa dan inflamasi mukosa serta edema. (Doengoes: 2000).
Jadi dapat ditarik kesimpulan, asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.

2.2. Definisi Asma Bronkhial
Asma bronkhial merupakan salah satu Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yakni penyakit paru yang memiliki kumpulan gejala klinis (sindrom). PPOK terdiri dari :
 Asma bronkhial (asma/bengek)
 Bronkitis kronis (radang saluran nafas bagian bawah)
 Emfisema paru (penurunan daya elastisitas paru)
Asma bronkhial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan. (The American Thoracic Society).
Sedangkan berdasarkan ilmu kedokteran, penyakit asma bronkial adalah penyakit saluran pernapasan dengan ciri-ciri saluran pernapasan tersebut akan bersifat hipersensitif (kepekaan yang luar biasa) atau hiperaktif (bereaksi yang berlebihan) terhadap bermacam-macam rangsangan, yang ditandai dengan timbulnya penyempitan saluran pernapasan bagian bawah secara luas, yang dapat berubah derajat penyempitannya menjadi normal kembali secara spontan dengan atau tanpa pengobatan.
Kelainan dasar penyempitan saluran pernapasan yang berakibat timbulnya sesak napas adalah gabungan dari keadaan berikut:
o Kejang/berkerutnya otot polos dari saluran pernapasan
o Sembab/pembengkakan selaput lender
o Proses keradangan
o Pembentukan dan timbunan lendir yang berlebihan dalam rongga saluran pernapasan

2.3. Anatomi Fisiologi Pernafasan
Saluran pernafasan terdiri atas saluran pernafasan atas dan bawah.
Saluran pernafasan atas terdiri dari :
Rongga hidung
Udara disaring oleh buku-bukudan karena kontak dengan permukaan lendir yang dilalui maka udara menjadi hangat.
Faring (tekak)
Adalah pipa berotot letaknya dibelakang rongga hidung dan rongga mulut.
Laring
Terdiri atas tulang rawan tiroid, tulang rawan krikoid, diatas tulang rawan tiroid terdapat epiglotis yang membantu menutup laring pada waktu menelan.
Saluran pernafasan bawah dibentuk oleh :
Trakea (batang tenggorok)
Panjangnya kira-kira 9 cm, diameter kira-kira 2,5 cm. Tersusun atas 16-20 cincin tulang rawan. Trakea dilapisi selaput lendir yang terdiri atas jaringan epitelium bersilia. Silia berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk saluran pernafasan.
Saluran utama bronkus
Merupakan percabangan trakea bercabang menjadi bagian kanan dan kiri. Panjang kira-kra 5cm, diameter 11-13 mm. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea. Bronkus bercabang-cabang menjadi bronkeolus. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan. Bronkiolus berakhir pada kantung udara (alveolus).
Alveolus
Terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil terdiri atas selapis sel epitel pipih dan banyak bermuara kapiler darah yang memungkinkan terjadinya pertukaran gas.
Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksternal, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas oksigen masuk melalui trakea dan pada pipa bronkhial ke alveoli, dan dapat erat hubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonalis. Alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah merah dan dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh. Di dalam paru-paru, karbondioksida merupakan hasil buang metabolisme, menembus membran alveoli, dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui membran pipa bronkhial dan trakea, dikeluar melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner :
o Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.
o Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
o Distribusi arus udara dan arus darah.
o Difusi gas yang menembus membran pemisah alveoli dan kapiler, CO2 lebih mudah berdifusi dari pada O2. (Pearce, Ec, 2000).

2.4. Etiologi (Penyebab)
Ada dua faktor pencetus asma, antara lian :
• Pemicu (trigger) yang menyebabkan menyempitnya saluran pernafasan (bronkokonstriksi) dan tidak menyebabkan peradangan.
• Penyebab (inducer) yang menyebabkan peradangan atau inflammation pada saluran pernafasan.
Ada beberapa pemicu terjadinya asma yang termasuk dalam faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.
a. Faktor Predisposisi
• Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor Presipitasi
• Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
- Inhalan, yang masuk melalui saluran pernafasan.
Ex : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
- Ingestan, yang masuk melalui mulut.
Ex : makanan dan obat-obatan.
- Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Ex : perhiasan, logam dan jam tangan.
• Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti : musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
• Stress (gangguan emosi)
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
• Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini mambaik pada waktu libur atau cuti.
• Olahraga / aktivitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
o Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
o Pembengkakan membran bronkus.
o Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.

2.5. Klasifikasi Asma
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan diatas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Instrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
Berdasarkan tingkat keparahannya, asma dibedakan menjadi :
1. Asma Akut
Disebut asma akut apabila terjadinya bronkospasme sedemikian parah sehingga pasien sulit bernafas pada kondisi istirahat dan tingkat stress tertentu pada jantung. Asma akut ditandai dengan nafas yang cepat (>30 kali/menit), dan meningkatnya denyut nadi. Pasien dengan severe acute asthma, denyut nadinya akan meningkat >110 denyut/menit. Pasien dengan PER (peak expiratory flow rate <100L/menit akan kesulitan berbicara. Prinsip pengobatan asma akut adalah mengurangi inflamasi, meningkatkan brokodilatasi serta menghindari faktor-faktor pemicu asma. Sedangkan tujuan pengobatan yaitu mengembalikan fungsi saluran pernafasan (normal), dan mencegah serangan asma akut yang parah.
2. Asma Kronis
Penanganan asma tergantung pada frekuensi dan keparahan gejala asma yang muncul. Serangan asma yang jarang terjadi dapat ditangani dengan mengobati setiap serangan bila serangan asma tersebut muncul (hanya jika perlu), tetapi untuk serangan asma yang lebih sering maka terapi pencegahan perlu dilakukan. Rute pemberian obat yang lebih disukai adalah inhalasi, sebab inhalasi memungkinkan obat langsung mencapai organ sasaran dengan dosis yang lebih kecil, sehingga kemungkinan efek sampng lebih sedikit dan mempunyai mula kerja yang cepat dan lebih efektif mencegah bronkokonstriksi. Ada dua macam obat yang digunakan sebagai bronkodilator, penyekat β 2 selektif (salbutamol dan terbutaline) dan non selektif (adrenaline, isoprenaline, orciprenaline). Pemakaian bronkodilator non selektif saat ini dihindari karena obat-obat tersebut dapat menimbulkan toksisit; kardia, meskipun pemakaian bronkodilator yang penyekat β2 selektif juga dapat menyebabkan takikardi dan palpitasi tergantung pada dosis yang digunakan (fa/ frn).

2.6. Patofisiologi
Asma bronchial adalah obstruksi jalan nafas difusi reversible obstruksi disebabkan oleh hal-hal seperti : kontraksi otot yang mengelilingi bronki yang menyebabkan penyempitan jalan nafas, pembengkakan membran yang melapisi bronki dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara yang terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui tetapi ada yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronchial diatur oleh influs saraf vegal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alergi, ketika ujung saraf pada ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor-faktor seperti infeksi, latihan, daging, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolon yang dilepaskan meningkat menyebabkan berkonstruksi juga merangsang, pembentukan mediator kimiawi.
Selain itu, reseptor α dan β adrenerik dari sistem saraf simpatik terletak pada bronki ketika reseptor α adrenerik dirangsang, bronkokontriksi dan bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β adrenergik dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α dan α adrenergic dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP) stikulasi reseptor α mengakibatkan penurunan cAMP yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi stimulasi reseptor β mengakibatkan peningkatan cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi yang menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β adrenergik terjadi pada individu dengan asma akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator otot kolus. (Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, hal 611.)
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.








Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.

2.7. Mekanisme Terjadinya Asma
Baik orang normal maupun penderita asma, bernapas dengan udara yang kualitas dan komposisinya sama. Udara pada umumnya mengandung 3 juta partikel/mm kubik. Partikel-partikel itu dapat terdiri dari debu, kutu debu (tungau), bulu-bulu binatang, bakteri, jamur, virus, dll.
Oleh karena adanya rangsangan dari partikel-partikel tersebut secara terus menerus, maka timbul mekanisme rambut getar dari saluran napas yang bergetar hingga partikel tersebut terdorong keluar sampai ke arah kerongkongan yang seterusnya dikeluarkan dari dalam tubuh melalui reflek batuk.

Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif) terhadap adanya partikel udara ini, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan dimana:
o Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan berkontraksi/memendek/mengkerut
o Produksi kelenjar lendir yang berlebihan
o Bila ada infeksi, misal batuk pilek (biasanya selalu demikian) akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas.
Serangan asma bronkial ini dapat berlangsung dari beberapa jam sampai berhari-hari dengan gejala klinik yang bervariasi dari yang ringan (merasa berat di dada, batuk-batuk) dan masih dapat bekerja ringan yang akhirnya dapat hilang sendiri tanpa diobati.
Gejala yang berat dapat berupa napas sangat sesak, otot-otot daerah dada berkontraksi sehingga sela-sela iganya menjadi cekung, berkeringat banyak seperti orang yang bekerja keras, kesulitan berbicara karena tenaga hanya untuk berusaha bernapas, posisi duduk lebih melegakan napas daripada tidur meskipun dengan bantal yang tinggi, bila hal ini berlangsung lama maka akan timbul komplikasi yang serius.

Yang paling ditakutkan adalah bila proses pertukaran gas O2 dan CO2 pada alveolus terganggu suplainya untuk organ tubuh yang vital (tertutama otak) yang sangat sensitif untuk hal ini, akibatnya adalah: muka menjadi pucat, telapak tangan dan kaki menjadi dingin, bibir dan jari kuku kebiruan, gelisah dan kesadaran menurun.
Pada keadaan tersebut di atas merupakan tanda bahwa penderita sudah dalam keadaan bahaya/kritis dan harus secepatnya masuk rumah sakit/minta pertolongan dokter yang terdekat.


2.8. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinik)
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronkhial adalah :
 Batuk kering (tidak produktif) karena secret kental dan saluran jalan nafas sempit.
 Dispnea ditandai dengan pernafasan cuping hidung, retraksi dada.
 Pernafasan berbunyi (wheezing/mengi/bengek) terutama saat mengeluarkan nafas (exhalation).
 Rasa berat dan kejang pada dada sehingga napas jadi terengah-engah
 Biasanya disertai batuk dengan dahak yang kental dan lengket
 Tachypnea, orthopnea.
 Gelisah dan cemas.
 Diaphorosis.
 Nyeri di abdomen karena terlibat otot abdomen dalam pernafasan.
 Lelah.
 Fatigue.
 Tidak toleren terhadap aktivitas : makan, berjalan, bahkan berbicara.
 Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai pernafasan lambat.
 Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi.
 Kecemasan labil dan perubahan tingkat kesadaran.
 Sianosis sekunder.
 Duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
 Gerak-gerik retensi karbondioksida seperti : berkeringat, takikardi dan pelebaran tekanan nadi.
 Serangan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. (Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, hal 612).
Ada beberapa tingkatan penderita asma, yaitu :
1. Tingkat I
o Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
o Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II
o Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
o Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III
o Tanpa keluhan
o Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstrusi jalan nafas.
o Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV
o Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
o Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V
o Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refraktor sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
o Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : kontraksi otot-otot pernafasa, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih dan takikardi.

2.9. Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronkhial adalah :
Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera.
Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetus serangan asma.
Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik:
a. Memberikan penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pemberian cairan
d. Fisiotherapy
e. Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
a. Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
o Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
o Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
b. Kromolin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaiansatu bulan.
c. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.

2.10. Pengobatan Asma
Pada prinsipnya tata cara pengobatan asma dibagi atas :
a. Pengobatan asma jangka pendek
Pengobatan diberikan pada saat terjadi serangan asma yang hebat, dan terus diberikan sampai serangan merendah, biasanya memakai obat-obatan yang melebarkan saluran pernapasan yang menyempit. Tujuan pengobatannya untuk mengatasi penyempitan jalan napas, mengatasi sembab selaput lendir jalan napas, dan mengatasi produksi dahak yang berlebihan.
b. Pengobatan asma jangka panjang
Pengobatan diberikan setelah serangan asma merendah, karena tujuan pengobatan ini untuk pencegahan serangan asma. Pengobatan asma diberikan dalam jangka waktu yang lama, bisa berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, dan harus diberikan secara teratur. Penghentian pemakaian obat ditentukan oleh dokter yang merawat. Pengobatan ini lazimnya disebut sebagai immunoterapi, adalah suatu sistem pengobatan yang diterapkan pada penderita asma/pilek alergi dengan cara menyuntikkan bahan alergi terhadap penderita alergi yang dosisnya dinaikkan makin tinggi secara bertahap dan diharapkan dapat menghilangkan kepekaannya terhadap bahan tersebut (desentisasi) atau mengurangi kepekaannya (hiposentisisasi).
Ada beberapa macam terapi untuk menghindari asma, seperti :
a. Terapi herba
Penggunaan herba untuk menyembuhkan penyakit. Misalnya astragalus membranacious, glycyrrhza glabara dan tanacetum parthenium.
b. Terapi nutrisi
Pemilihan nutrisi atau zat makanan untuk membantu penyembuhan. Misalnya, vitamin C untuk menaikkan imunitas dan sebagai anti oksidan serta anti radang. Vitamin E sebagai antioksidan dan memperlambat degenerasi. Srta selenium untuk meningkatkan fagositik sel darah putih dan menghambat produksi prostaglandin.
c. Berenang
Udara kolam renang yang lembab dan basah baik untuk penderita asma.
d. Aromaterapi
Minyak atsiri untuk melegakan pernafasan, merelaksasi dan melebarkan saluran pernafasan.
e. Akupuntur
Merupakan terapi dengan menusukkan jarum ke titik-titik tubuh tertentu.
f. Akupresur
Menggunakan pemijatan benda tumpul dan keras atau dengan jari sebagai pengganti jarum. Prinsipnya sama dengan akupuntur.

2.11. Pencegahan
Serangan asma dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari. Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan meminum obat sebelum melakukan olah raga.

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, K. (1990) “Asma Bronchiale”, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : FK UI.
Crockett, A. (1997) “Penanganan Asma dalam Penyakit Primer”, Jakarta : Hipocrates.
http://id.wikipedia.org/wiki/Asma
http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-asma/
Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”, Jakarta : EGC.
Sundaru, H. (1995) “Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya”, Jakarta : FK UI.

1 komentar: